Oleh: Rosadi Jamani (Pengamat Sosial Media dan Dosen UNU Kalbar)
Selain sapi ngamuk yang viral, berita Dewi Persik (DP) tak kalah viralnya. Media-media nasional pun ikut-ikutan memviralkan DP yang mau berkurban seekor sapi malah ditolak Ketua RT 06 RW 04 Lebak Bulus Jakarta. Amukan DP ini semakin ramai dengan bumbu-bumbu politik.
Ada sebuah ungkapan, “Emak-emak jangan dilawan, lebih baik ngalah.” Bahkan, ungkapan ini mendapat tempat di Pilpres 2019 lalu. Muncul barisan emak-emak demo di jalanan. Muncul istilah The Power of Emak-emak. Kasus amukan DP memperlihatkan seorang emak ngamuk dengan Ketua RT. Sempat di mediasi di masjid, Ketua RT membentak DP. Ia yang awalnya duduk, lalu berdiri bentak Ketua RT. Sempat disoraki yang hadir, tapi DP tak ada takutnya. Ia terus nyerang Ketua RT. Amarahnya seperti tidak ada putus-putusnya. Sampai sejumlah yang hadir membaca salawat agar amukan DP bisa reda. Dengan berurai air mata DP terus nyerang Ketua RT, apa sebab sapinya tidak diterima. “Pak RT boleh menolak daging dari saya, tapi warga Bapak banyak yang meminta,” tuding mantan istri Syaiful Jamil ini.
“Saya tidak pernah menolak. Apalagi sampai minta 100 juta!” sangkal Ketua RT. Mediasi pun semakin panas. Sampai polisi dan tentara ikut melerai pertengkaran DP vs Ketua RT di masjid itu. Tidak ada titik temu, DP pulang. Di depan wartawan infotainment DP akan buat perhitungan. Sasarannya Ketua RT yang menolak sapinya. Entah pihak mana yang benar. Ada yang bilang DP yang benar. Ada juga Ketua RT. Kalau sama-sama benar, tidak ada yang salah dong. Ngapain bertengkar kalau benar, ups.
Kira-kira begitu sekilas perseteruan mantan istri Aldy Taher vs Ketua RT. Sampai saat ini, belum reda. Media nasional masih menjadikannya hotnews. Pembacanya masih tinggi. Nama DP pun semakin sering disebut di media massa dan medsos. Popularitasnya masih terjaga dengan baik. Apakah itu setingan, tinggal publik menilai. Anda juga boleh menilai, apakah murni atau setingan.
Apa makna dari kasus DP ini? Orang mau nyumbang sapi, tapi ditolak warga. Ini pointnya. Misalnya saya mau nyumbang seorang sapi ke sebuah desa. Saat hewan itu dibawa ke sana, tiba-tiba ketua RT atas nama warga menolak. Sedih ndak? Ya, pasti sedih. Saya pun bertanya-tanya, kenapa sampai ditolak. Apakah sapinya tak layak, sumbangannya dadakan, atau saya punya catatan jelek, atau nyumbang karena politik, minta dipilih saat Pemilu nanti. Seribu pertanyaan muncul, kenapa nyumbang sapi secara baik-baik malah ditolak. Tentu saya harus cari jawabannya. Begitu juga dengan DP, ia pasti mencari jawaban akan hal itu.
Kalau saya bila sapi ditolak warga, tinggal tarik lagi dan kasihkan ke warga yang lain. Cari yang mau saja. Namun, DP yang terkenal suka nyerang bahkan lapor polisi pada orang yang yg menghujatnya di medsos, tipikal emak yang tak ada takutnya. Bila ia merasa benar, siapapun dia akan dikejarnya. Marahnya DP itu bisa viral. Kalau marahnya saya, siapa mau dengar. Lebih baik diam sajalah, hehehe.
Saya sih tak bisa nasihati DP. Orang kecil menasihati artis terkenal, emang siapa gue. Kata DP, “Siape lho..!” Kita hanya bisa menarik pelajaran dari kasus DP. Apabila ingin nyumbang, usahakan tulus ikhlas tanpa embel-embel. Apalagi sudah diembeli dengan politik, ampun dah. Bila kita ikhlas nyumbang, orang menerima pun ikhlas juga. Tapi, kalau sudah ada muatan lain, yang nerima juga merasa tak ikhlas. Apalagi beda pilihan, bisa saja marah yang menerima. Kemudian, yang menerima, bila ingin menolak, tolaklah secara baik-baik. Jelaskan setuntas-tuntas agar yang mau nyumbang jadi maklum. Tak bisa main tolak begitu saja. Pasti yang nyumbang tersinggung. Bisa muncul dendam. Cerita baik-baik malah berujung perseteruan. Mau nyumbang malah berujung pertengkaran. Tentu kita tak mau seperti itu. Agama Islam pun sudah mengajarkan, nyumbanglah secara ikhlas. Tangan di bawah lebih baik dari tangan di atas.