AswajaNews – Pemerintah Republik Indonesia melalui Keppres RI Nomor 316 Tahun 1959 menetapkan tanggal 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional. Hal ini merupakan wujud nyata kepedulian pemerintah akan pentingnya pendidikan di negri ini. Peringatan ini bertujuan untuk memperkuat komitmen seluruh insan pendidikan akan penting dan strategisnya pendidikan bagi peradaban dan daya saing bangsa.
Selain itu, peringatan ini bertujuan untuk mengingatkan kembali kepada seluruh insan pendidikan akan filosofi perjuangan Ki Hajar Dewantara dalam meletakkan dasar dan arah pendidikan bangsa, serta meningkatkan rasa nasionalisme.
Ki Hajar Dewantara atau Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, dikenal sebagai sosok yang kritis dan berwawasan luas. Ia merupakan seorang pelopor pendidikan Indonesia yang hidup di zaman penjajahan Belanda. Beliau lahir pada 2 Mei 1889 di Kawasan Keraton Yogyakarta.
Dalam beberapa kesempatan, beliau sering memberikan sudut pandangnya terhadap suatu persoalan. Salah satu yang paling berkesan ialah tulisan beliau yang berjudul Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda). Artikel tersebut dimuat dalam surat kabar De Express milik Dr. Douwes Dekker pada tahun 1913. Beliau menulisnya sebagai kritikan atas sikap Belanda yang sering meminta sumbangan kepada rakyat Indonesia untuk merayakan kemenangan mereka.
Dikisahkan pada saat itu, Ki Hajar Dewantara bersama dengan Setiabudhi dan Cipto Mangunkusumo, mendirikan Komite Bumiputera. Komite ini dicetuskan pada November 1913, sebagai tandingan dari Komite Perayaan Seratus Tahun Kemerdekaan Bangsa Belanda.
Komite Bumiputera banyak memberikan kritik terhadap Pemerintah Belanda yang kerap bertindak semaunya. Suatu hari, Belanda pernah merayakan bebasnya mereka dari penjajahan Perancis. Kemudian menarik uang dari rakyat Indonesia untuk membiayai pesta perayaan tersebut. Mewakili rakyat Indonesia, Ki Hadjar Dewantara menyatakan sikap keberatan terhadap perayaan tersebut.
Ia pun menulis kritikan melalui artikel yang berjudul Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda).
Dikutip dari buku Cinta Pahlawan Nasional Indonesia oleh Pranadipta Mahawira, bunyi artikel tersebut yaitu:
“Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang kita sendiri telah merampas kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Pikiran untuk menyelenggarakan perayaan itu saja sudah menghina mereka dan sekarang kita garuk pula kantongnya. Ayo teruskan penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda. Apa yang menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku terutama ialah kenyataan bahwa bangsa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu pekerjaan yang ia sendiri tidak ada kepentingannya sedikit pun.”
Menurut beberapa sumber, artikel tersebut cukup membuat marah penguasa kolonial. Akibatnya, ketiga pendiri Indische Partij yaitu Ki Hajar Dewantara, Setiabudhi, dan Cipto Mangunkusumo pun ditangkap dan diasingkan ke Belanda. Meski begitu, Ki Hadjar Dewantara tidak merasa jera. Pada 3 Juli 1922, ia mendirikan
Perguruan Nasional Taman Siswa (National Onderwijs Institut Tamansiswa) yang bertujuan untuk mengenalkan dan menanamkan metode pendidikan nasional. Ki Hajar terus memberikan sumbangsihnya dalam dunia pendidikan Indonesia.
Hari Pendidikan Nasional tahun 2025 ini mengusung tema Partisipasi Semesta Wujudkan Pendidikan Bermutu Untuk Semua. Dengan logo yang menampilkan tiga sosok manusia berwarna merah, biru, dan abu-abu yang menjulang keatas dengan gerakan dinamis dan penuh semangat. Ketiga sosok tersebut melambungkan keberagaman, kolaborasi, dan semangat kebersamaan dalam dunia pendidikan Indonesia.
Warna-warna yang digunakan menggambarkan semangat, kreativitas, energi positif, serta inklusivitas dalam proses pendidikan. Sosok yang berada di tengah, berwarna biru dan mengarah paling tinggi, mengarah langsung ke sebuah Bintang berwarna emas diatasnya.
Bintang itu melambangkan cita-cita, harapan, dan tujuan mulia pendidikan, membentuk generasi unggul yang mampu meraih masa depan gemilang.
Tiga sosok yang bersatu juga mencerminkan keterlibatan tiga pilar pendidikan : peserta didik, pendidik, dan masyarakat. Ketiganya harus memiliki sifat kuat dan tegas, berkomitmen dan focus membangun pendidikan yang berkualitas dan berkelanjutan, karena pendidikan adalah upaya kolektif, inklusif, dan penuh semangat untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu ilmu pengetahuan, karakter, dan kemajuan bangsa.*** (Abu Abbas – ISNU Jenangan)
Foto: Kemendikbud