Paska Deklarasi dan Langkah Kedua

Oleh: Rosadi Jamani (Ketua Satupena Kalimantan Barat)

Usai olahraga, istirahat sambil menikmati kopi. Ya, ngopi memang asyik sambil membaca berbagai opini. Saya pun menulis opini soal politik terkini. Soalnya bicara politik asyik sekali. Walau ada benci, tapi banyak rindu di hati.

Lagi ramai deklarasi Anies-Muhaimin. Di sana sini orang membicarakan pasangan yang diusung Nasdem dan PKB ini. Saya ucapkan selamat buat pasangan Amin. Pasangan pertama yang sudah lengkap. Saya tak membahas kisah cintanya, gimana kisah perjodohannya. Tertarik dengan pidato Ketum Nasdem, Surya Paloh. Ia mengatakan, “Selama tinggal cebong-kampret.” Ungkapan ini yang dibahas kali ini.

Pilpres 2019 lalu bisa dikatakan paling ramai sekaligus brutal. Ajang pertempuran cebong vs kampret. Mirip Tom and Jerry. Indonesia seperti hanya dihuni, Cebong dan Kampret. Pendukung Jokowi disebut cebong. Pendukung Prabowo disebut kampret. Seperti tak ada kebenaran di mata cebong bila kampret bicara. Begitu juga sebaliknya. Indonesia terbelah. Memang sangat merisaukan. Perpecahan begitu nyata. Untungnya pertempuran itu lebih banyak di medsos ketimbang di dunia offline.

Presiden terpilih Jokowi saat itu berpikir keras bagaimana menyatukan dua geng ini. Ia menemukan caranya. Diajaknya Prabowo masuk kabinet. Diangkat menjadi Menhan. Satu lagi anak buah Prabowo dijadikan Menteri Kelautan. Langkah Jokowi banyak dipuji. Gila, lawan bisa dijadikan kawan. Hanya ada di Indonesia. Saat itu, pendukung Prabowo banyak tak terima. Nyesal dukung Prabowo. Sakit hati tak terhingga. Ada memutuskan tak percaya lagi dengan pentolan Gerindra itu.

Bersatunya Jokowi dan Prabowo dikira bisa menyatukan cebong kampret, justru tidak. Bahkan, muncul istilah baru, Kadrun. Kelompok yang masih belum move on, menjadi kelompok pembenci rezim, anti Jokowi, anti pemerintah, suka teriak zalim, ingin people power, dikit-dikit demo, dsb. Mereka dicap Kadrun. Upaya Jokowi ingin menyatukan anak bangsa sepertinya gagal. Tetap saja Jokowi jadi bulan-bulanan, dibully 24 jam. Gerindra dan Prabowo juga kena getahnya. Merasakan juga betapa dahsyatnya dihujat oleh pendukungnya dulu. Namun, Prabowo tetap tenang dan sabar. Sifat Jokowi mulai ditiru Prabowo. Sabar.

Muncul sosok baru, Anies Baswedan. Orang yang dulu mengidolakan Prabowo, lalu benci karena masuk kabinet Jokowi, mereka ngumpulnya di Anies Baswedan. Anies seperti menjadi simbol oposisi. Anies jadi idola baru pasca Prabowo jadi anak buah Jokowi.

Perpecahan itu kembali menganga saat Nasdem, Demokrat, PKS, dan Partai Ummat siap calonkan Anies sebagai capres. Nasdem sebagai bagian dari pemerintah menerima konsekuensi. Sejumlah kadernya keluar karena mendukung Anies. Namun, Nasdem tetap dengan pendiriannya. Sementara Demokrat dan PKS yang terkenal sebagai oposisi terus mempopulerkan Anies. Apalagi Partai Ummat, Anies benar-benar dijadikan ikon kampanye. Amien Rais sebagai pembina Partai Ummat semakin bersemangat dukung Anies dan semangat juga menyerang Jokowi. Gerakan People Power seperti tak pernah padam.

Apalagi Demokrat dan PKS sering secara terbuka menyerang pemerintah. Tak jarang memilih menolak apabila ada kebijakan baru pemerintah. Namanya juga oposisi. Kalau mendukung, bukan oposisi namanya. Anies pun semakin populer sebagai simbol oposisi.

Upaya menyatukan anak bangsa tidak berhenti. Kali ini datang dari Nasdem. Dengan berani tanpa permisi ke Demokrat dan PKS, memasangkan Anies dengan Muhaimin Iskandar (Cakimin). Hanya tiga hari proses perjodohan langsung deklarasi. Jadilah pasangan Amin. Pasangan ini resmi diusung Nasdem dan PKB, keduanya pendukung rezim, masih dalam Kabinet Indonesia Maju. Akibat perjodohan ini, Demokrat lebih memilih keluar, tak lagi mendukung Anies. PKS belum menentukan sikap, masih menunggu keputusan Dewan Syuro. Sementara Partai Ummat belum ada sikap apakah mendukung atau berpisah.

Satu hal menarik, walau dipasangkan dengan Cakimin, pendukung setia Anies tak terpengaruh. Mereka tetap menyatakan dukungan. “Tak masalah siapapun wakilnya, asalkan Anies capres dan bisa maju di Pilpres.” Teriakan antipemerintah pun mulai sayup-sayup. Kritikan pada Jokowi pun semakin jarang terdengar. Upaya Nasdem untuk menyatukan anak bangsa mulai berhasil.

Dulu banyak menyerang NU, semakin tak terdengar. Bahkan, banyak mengaku atau ikut amaliah NU. Sejauh ini cukup efektif apa yang dilakukan Nasdem. Semoga langkah kedua ini meredekan upaya pecah belah anak bangsa. Cebong vs Kampret hilang. Cebong vs Kadrun terkubur. Hanya ada menuju Indonesia maju. Negara akan terus maju bila rakyatnya bersatu.

Sekarang pertarungannya siapa yang bisa menawarkan gagasan Indonesia lebih maju, dia lah yang akan dipilih. Bukan karena politik identitas, melainkan gagasan untuk menyatukan bangsa tanpa lagi memandang agama, suku, ras, dan golongan. Semua anak NKRI. Teruslah menjadi dewasa dalam berpolitik.

camanewak

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *