Apa Beda Sarana Berfikir Ilmiah dan Metode Ilmiah?

AswajaNews – Sarana berfikir ilmiah mempunyai metode tersendiri dan berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuan.

Dalam memperoleh ilmu pengetahuan yang ilmiah, pada dasarnya ilmu menggunakan penalaran induktif dan deduktif, namun sarana berfikir ilmiah justru bertolak belakang dari itu.

Berdasarkan perbedaan cara mendapatkan pengetahuan tersebut, jelaslah bawa sarana berfikir ilmiah bukanlah ilmu, melainkan sarana ilmu yang meliputi bahasa, logika, matematika, dan statistika, hingga bahkan ilmu-ilmu lain.

Lebih jauh, fungsi sarana berfikir ilmiah sendiri adalah untuk membantu proses metode ilmiah, baik secara deduktif maupun secara induktif.

Mengapa demikian? Sekurang-kurangnya begini:

Pertama, corak-corak metode ilmiah yang berkembang menyebabkan ilmu pengetahuan bersifat postivistik, deterministik, evolusionistik, sehingga analisisnya selalu dibantu dengan pendekaan kuantitatif dan eksperimen melalui obeservasi.

Kedua, illmu-ilmu kealaman pada umumnya menggunakan metode siklus-empirik dan objektifikasi yang diuji secara empiris-eksperimental.

Ketiga, ilmu-ilmu sosial dan humanistik pada umumnya menggunakan metode linier dan analisnya dimaksudkan untuk menemukan arti, nilai, dan tujuan.

Namun dalam teori keilmuan, untuk membuktikan kebenaran ilmiah suatu pernyataan ilmiah maka harus sesuai dengan sifat dasar metodologis yang digunakan dan aman tergantung pada konvensi.

Itulah sebabnya peran masyarakat ilmiah juga menentukan karakteristik dari kebenaran ilmiah itu sendiri.

Sebagaimana perkembangannya, ilmu pengetahuan sekarang ini lebih menekankan pada penghilangan anggapan tentang sesuatu yang final.

Setiap metode yang digunakan dalam ranah analisis bertujuan untuk membongkar oposisi binner; salah dan benar, baik dan buruk, hingga tinggi dan rendah.

Artinya, sebuah metode harus bertujuan untuk melihat yang lain “salah, buruk, rendah” sebagai kehadiran yang sama, sebagai kesejajaran yang seimbang.

Hal ini mengacu kepada konsep besar yang diusung oleh filsafat post-modern dengan menganggap bahwa perbedaan sebenarnya adalah sebuah hal yang saling melengkapi.

Dengan membangun kembali persepkstif ini, maka kemanusiaan yang menjadi salah satu tujuan dari filsafat ilmu akan benar-benar dalam ranah praksis.
Subjek “filsafat” akan mengerti bahwa yang berbeda adalah bagian “yang lain” dari diri mereka.***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *