Memahami Filsafat Dahlan Iskan

Oleh: Rosadi Jamani (Peneliti Asosiasi Dosen Pergerakan – ADP & Dosen UNU Kalbar)

Cerita kebenaran, tidak ada habisnya. Orang bisa melakukan apapun demi kebenaran. Padahal, kebenaran itu banyak ragam. Termasuk kebenaran terbaru ala Dahlan Iskan (Dis), Kebenaran Baru.

“Di zaman medsos yang gila-gilaan sekarang ini, ada kebenaran baru. Kebenaran saja tidak cukup. Kebenaran saja sudah kuno. Jadi, siapa saja mengejar kebenaran, itu sudah ketinggalan zaman. Karena apa, karena ada kebenaran baru,” kata Dis dalam orasi ilmiahnya di Indramayu, 20 Mei 2023.

Sepertinya Pak Dis ingin jadi seorang filsuf. Sudah capek jadi wartawan kali ya. Soalnya, cerita kebenaran itu jadi perdebatan kaum filsuf selama ini. Dari dulu sampai sekarang, apa itu kebenaran masih jadi perdebatan dan tak mungkin selesai sampai kiamat kurang satu hari.

Kebenaran baru ala mantan penguasa media massa ini seperti apa? Dijawabnya, kalau kebenaran yang selama ini dipahami, berdasarkan fakta. Kalau sesuai fakta, itulah kebenaran. Misalnya, menteri K korupsi 8T. Di pengadilan terbukti sesuai tuduhan. Itulah kebenaran. Lalu, kebenaran baru ala Dis itu adalah kebenaran berdasarkan persepsi. Jadi, kebenaran baru itu bukan berdasarkan fakta, melainkan berdasarkan persepsi.

“Kalau kita membantah dengan fakta-fakta di media sosial, tak ada gunanya. Karena, fakta bukan lagi kebenaran,” tegas mantan Menteri BUMN ini.

“Kebenaran baru dibentuk oleh persepsi. Lalu persepsi dibentuk oleh frame yang disebut framing,” tambah Dis.

Satu pertanyaan dari Dis cukup menggelitik, untuk apa gunanya perguruan tinggi kalau orang bisa mencari kebenaran lewat framing? Lho yang jadi dosen atau pejabat di perguruan tinggi, silakan dijawab pertanyaan Dis ini.

Sampai di sini paham ndak? Pasti pahamlah, wong yang baca orang cerdas kok. Seperti apa wujud kebenaran baru ala mantan bos saya di jaringan Jawapos itu? Buzzer. Ya, buzzer yang jadi influencer di negeri ini.

“Langkah berikutnya yang dianggap penting adalah buzzer. Pendakwah akan kalah sama buzzer. Jadi, fakultas dakwah harus diganti dengan fakultas buzzer,” saran Dis.

Kebenara baru versi Dis itu, persepsi-framing-buzzer. Siapa yang bisa menciptakan ini berarti menciptakan kebenaran baru. Kira-kira begitu saya memahami filsafat ala Dis ini.

Mari kita lihat realitanya. Kebenaran baru ala Dis ini mirip seperti istilah post truth. Kebenaran hanya ada di kelompok tertentu. Sementara kelompok lain, tidak ada kebenaran. Apapun yang dikatakan Anies Baswedan adalah kebenaran bagi kelompok dan pendukungnya. Anies seperti malaikat di mata pendukungnya. Begitu juga dengan apa yang dikatakan Ganjar dan Prabowo, semua adalah kebenaran. Sebaliknya, apapun dikatakan Anies, tidak ada benarnya di mata pendukung Ganjar. Begitu juga di mata pendukung Anies, tak ada kebenaran dari Ganjar. Itulah yang dinamakan post truth. Orang macam ini banyak sekali. Segol dikit di grup WA, jelekkan Anies sesuai fakta, ia akan balas dengan fakta balasan yang tak kalah sadis.

Kembali pada kebenaran baru. Dis merasakan betapa kuatnya pengaruh buzzer sehingga ia memunculkan istilah kebenaran baru. Harus diakui, kekuatan buzzer sungguh dahsyat di medsos. Siapapun yang diserang buzzer, akan tiarap dibuatnya. Lho akan ditelanjangi luar dan dalam. Dosa-dosa mu akan diobral. Pendidikan, masa kecil, percintaan, masa kuliah, kinerja lho, akan diungkap. Kalau tak kuat mental, bisa matikan akun, atau sibuk blokir. Di Indonesia, hanya Jokowi, Anies, Ganjar, Prabowo, siapa lagi ya.. yang sudah khatam dibully oleh buzzer. Lho mau bully pesohor itu sampai 24 jam pun tak masalah. Jangan-jangan lho bisa capek sendiri. Tidak macam gubernur yang ono, segol dikit saja mau lapor polisi. Mental kerupuk ini mah.

Buzzer telah membentuk kebenaran baru. Di mata buzzer, tak ada guna gelar tinggi. Sehingga muncul juga istilah, kehancuran para pakar di medsos. Contoh, profesor yang berkumis itu yang baru saja posting foto hoax (pasti tahu kan), kepakarannya sebagai sosiolog menjadi sirna. Ia dihajar buzzer empat penjuru angin. Untungnya mental si prof itu kuat. Mungkin sudah belajar dari Jokowi kali ya. Atau belajar dari ibu yang bermotor sen kanan belok kiri. Atau dari orang yang berhutang lebih galak dari penagih hutang. Berani teriak walau salah.

Penganut kebenaran baru ini semakin banyak. Apalagi mendekati Pemilu, penganut mazhab ini pun semakin ramai dan menguat. Kebenaran yang kita nikmati hari ini dan ke depannya, kebenaran yang ditentukan oleh buzzer. Kira-kira begitu saya memahami filsafat Dis, inspirator saya dalam tulis-menulis.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *