Benarkah Perempuan Ideal Adalah Perempuan Penurut ?

Aswaja News – Pembahasan tentang perempuan tidak ada habisnya. Ada saja pelabelan-pelabelan yang nyleneh bagi para perempuan yang masih berkembang dimasyarakat. Uniknya, pelabelan-pelabelan ini seringkali tidak masuk akal. Benarkah begitu?.

Salah satu pernyataan yang cukup mengherankan adalah adanya anggapan yang berkembang di beberapa masyarakat bahwa perempuan ideal adalah perempuan yang penurut. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia atau KBBI penurut memiliki arti tidak melawan ataupun orang yang patuh. Menilik dari artinya, kata tersebut menunjukkan makna yang positif. Namun, mengapa ada beberapa orang tidak sepakat dengan pernyataan bahwa perempuan penurut merupakan perempuan ideal?

Pertanyaan tersebut seakan-akan menyudutkan pada sikap perempuan yang berpartisipasi dalam sistem tatanan demokrasi suatu negara. Perempuan yang suka mengkritik, menyampaikan aspirasi, dan memiliki kemampuan verbal yang unggul dianggap perempuan yang tidak penurut dan jauh dari kriteria perempuan yang baik di masyarakat. Tentu saja, hal ini bertolak dengan konsep kesetaraan gender.

Konsep kesetaraan gender memandang bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam hal apapun, terlebih lagi dalam hubungan sosial kemasyarakatan yang tidak terikat dengan hal yang bersifat kodrati.
Perjuangan untuk membawa perempuan pada kepemilikan kesempatan atau peran yang sama dimasyarakat dengan laki-laki telah dilakukan sejak abad-20.

Indonesia sebagai negara majemuk memiliki tokoh perempuan legendaris, yang dikenal sebagai pejuang emansipasi wanita. Beliau adalah Raden Ajeng Kartini yang lahir pada tanggal 21 April 1879 di Jepara. R.A Kartini merupakan wujud semangat perempuan dalam bergerak mewujudkan perempuan yang berdaya. Kecerdasan, keberanian, dan semangat yang tinggi mengantarkan R.A Kartini untuk mendirikan sekolah yang diperuntukan bagi perempuan Jawa yang dikenal dengan “Sekolah Kartini” yang berdiri pada tahun 1912.

Melalui pendidikan, R.A Kartini mengubah tradisi yang berkembang pada saat itu, tradisi yang tidak diberikannya kesempatan mengenyam pendidikan bagi perempuan jawa. Melalui forum diskusi, R.A Kartini berupaya untuk mengembangkan potensi dan intelektualitas yang dimiliki oleh perempuan.

Kecerdasan dan intelektulitas yang dimiliki oleh perempuan tentu akan berdampak pada pola pikirnya. Ketika ilmu pengetahuan telah dalam genggaman dan semangat yang membara telah berkobar di dalam hati, maka kebenaran harus ditegakkan.

Penyampaian aspirasi sebagai bentuk kritik atas segala bentuk kebijakan terlahir dari intelektualitas untuk tercapainya sebuah keadilan yang tidak merugikan. Sejatinya, tidak ada perempuan yang ideal. Semua perempuan unik dengan karakternya, menawan dengan intelektualitasnya, dan memesona dengan keluhuran hatinya.

Penulis : Elsa Monica

Editor : Azza Fahreza

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *