Jelajah Pemikiran Gus Dur Mengenai Demokrasi Indonesia, Bagaimana Seharusnya?

AswajaNews – Abdurrahman Wahid atau Gus Dur lahir pada 4 Sya’ban 1359 Hijriah atau 7 September 1940. Ia adalah putra dari Mantan Menteri Agama RI pertama, K.H. Wahid Hasyim dan Ny. Hj. Sholehah.
Gus Dur merupakan cendekiawan Indonesia yang secara tegas menerima demokrasi sebagai preferensi final bagi sebuah sistem politik atau kenegaraan. Pemikiran dan pembelaannya terhadap demokrasi, hak -hak asasi manusia dan nilai-nilai kemanusiaan yang lain, sepenuhnya bersumber dari khazanah keilmuan pesantren.

Visi pemikiran Gus Dur dalam diskursus demokrasi Indonesia sangat terasa pengaruhnya, khususnya sejak awal 1990-an. Ia merupakan tokoh dengan ciri pemikiran yang neo-modernis, dan terlihat pada sikapnya yang menerima dan menghormati pluralisme dan nilai-nilai demokratisasi, termasuk hubungan agama dan negara. Selain itu, nilai-nilai pluralistik telah dirujuk ke dalam struktur iman (Islam) sebagai nilai inti Islam itu sendiri.

Cita-cita demokratisasi, persamaan hak, kebebasan berpendapat, dan menjunjung tinggi nilai pluralistik merupakan ide-ide pemikiran yang dapat diapresiasi dan digali dari pemikiran Abdurrahman Wahid. Gus Dur menyatakan bahwa pluralitas yang tidak diiringi dengan keadilan sosial, baik secara ekonomi, politik, dan hukum akan sangat membahayakan integrasi bangsa, bahkan lebih jauh lagi telah mencederai demokrasi. Nilai-nilai demokrasi seperti keadilan sosial, kebebasan, diakuinya hak-hak individu, serta norma-norma sosial dan kearifan lokal bangsa Indonesia, terkadang telah diabaikan untuk mendapatkan jabatan tertentu, maupun keuntungan finansial.

Menurut Gus Dur, ada tiga hal pokok penting dalam demokrasi, yaitu, kebebasan, keadilan, dan musyawarah. Kebebasan adalah kebebasan individu sebagai warga negara dan hak kolektif dari masyarakat. Keadilan merupakan landasan demokrasi, dalam arti terbuka peluang bagi semua komponen masyarakat untuk mengatur hidupnya sesuai kehendak masing-masing. Oleh karena setiap orang punya hak dan kesempatan untuk mengatur hidup dan kehidupannya sehingga harus diberi jalan yang mudah dan tidak dipersulit, seperti beberapa kasus yang terjadi pada saat Orde Baru. Pokok demokrasi yang ketiga adalah Syura atau musyawarah, artinya bentuk atau cara memelihara kebebasan dan memperjuangkan keadilan itu lewat jalur permusyawaratan.

Gagasan demokratisasi Gus Dur telah dilempar ke publik jauh sebelum menjadi presiden RI. Citra Gus Dur sebagai cendekiawan muslim yang berwatak liberal, sekuler, berwawasan inklusif, dan selalu bersikap humanis, toleran terhadap kelompok minoritas serta menaruh perhatian pada kelompok yang tertindas, tetap saja melekat pada dirinya. Berkaitan dengan ideologi Pancasila, Gus Dur juga menyatakan bahwa tanpa Pancasila negara Indonesia akan bubar. Ideologi ini merupakan asas negara yang harus dimiliki dan diperjuangkan, tidak peduli apakah ia dikebiri angkatan bersenjata, dimanipulasi umat Islam, atau malah disalahgunakan oleh keduanya.

Menurut Gus Dur, dalam masyarakat demokratis, semua warga negara kedudukannya sama di muka hukum, yang berperan adalah kedaulatan hukum bukan kedaulatan kekuasaan, kebebasan berpendapat dibuka seluas-luasnya, dan adanya pemisahan yang tegas dalam fungsi yang tidak boleh saling mempengaruhi antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Disebutkan pula bahwa pada sebuah negara yang demokratis, adalah negara yang mampu menjamin hak-hak dasar manusia, meliputi jaminan keselamatan fisik, jaminan keselamatan keyakinan agama, jaminan kehidupan keutuhan rumah tangga, jaminan keselamatan hak milik dan jaminan keselamatan akal.
Dalam hal ini Gus Dur menyatakan bahwa demokrasi mensyaratkan adanya, pertama, rasa tanggung jawab pada kepentingan bersama. Kedua, kemampuan menilik masa depan, dan ketiga, kesediaan berkorban demi masa depan. Yang tak kalah pentingnya, masyarakat juga dituntut untuk siap berdemokrasi. Jadi, bukan sebatas institusinya saja, seperti adanya lembaga legislatif (DPR, MPR), dan partai politik. Hal terpenting menurutnya adalah masyarakat harus memulai untuk berdemokrasi.

Dalam pandangan Gus Dur, dalam dunia modern, demokrasilah yang dapat mempersatukan beragam arah kecenderungan kekuatan kekuatan bangsa. Demokrasi dapat mengubah keterceraiberaian arah masing-masing kelompok menjadi berputar bersama-sama menuju kedewasaan, kemajuan dan integritas bangsa. Dalam upaya mencapai kehidupan yang demokratis seluruh elemen masyarakat harus bertindak, bukan hanya menyerahkan sepenuhnya pada Pemerintah.***

Penulis: Samsul Hadi

Editor: Dani Saputra

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *