PMII Rayon Farid Esack Gelar Webinar Advokasi KBGO, Berikut Poin Pentingnya

Aswaja News – Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon Farid Esack IAIN Ponorogo gelar Webinar Nasional Keputrian dengan tema “Setara dan Berdaya, Berperan Bersama” pada (25/1).

Sebanyak 40 peserta dari berbagai wilayah turut mengikuti jalannya Webinar dengan antusias.

“Harapan kami ada perubahan sikap dan perilaku, baik diri sendiri maupun di lingkungan sekitar. Nantinya semoga ada peningkatan sensitivitas terhadap bahasa dan tindakan yang mungkin mendukung stereotip gender. Mari gerak bersama dan Menciptakan ruang yang aman untuk kita semua,” ucap Aisyatul Mubarokah (Koordinator Biro Keputrian PMII Rayon Farid Esack).

Diketahui narasumber dalam webinar tersebut yakni Siti Nur Maela, KOPRI PB PMII bendahara advokasi dan kebijakan publik puanmerdesa.id dan bagian dari Part of Nisa.co.id

“Sebagai penggerak, KOPRI memiliki peran penting dalam pendampingan isu-isu gender utamanya, ada 5 peran pendamping yang paling terpenting yakni sebagai motivator yang mampu memotivasi si korban agar tidak bertahan hidup dan sebagai mediator,” jelasnya.

Sementara itu, kelima peran pendamping tersebut yakni sebagai pembela korban atau advocasy, sebagai fasilitator kelompok dalam mengawal korban kekerasan, sebagai pelindung korban, sebagai motivator korban dan sebagai mediator.

Data Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) diperlihatkan di awal materi yang menjelaskan bahwa kasus KBGO tertinggi adalah ancaman distribusi foto/video pribadi atau VCS.

“Dampak KBGO akan berdampak pada kemunduran psikologis, depresi bahkan ekonomi. Disamping itu tentu korban akan mengalami kecemasan sehingga membuat situasi sosial dalam masyarakat menjadi keterasingan,” paparnya.

Dalam Closing Statementnya, Maela menyampaikan masih membudayanya standar kecantikan di masyarakat yang justru  menjadi akar kasus KBGO.

“Menjadi perempuan harus mempunyai kecerdasan bukan hanya kecantikan. Karena dunia terlalu kejam jika kita hanya mengandalkan kecantikan yang kita miliki”

(Azza Fahreza)