Aswaja News – Pelan tapi Pasti, inilah langkah yang diambil oleh Komunitas Ilmiah Santri (KIS) Al Islam. Betapa tidak, kelompok santri pegiat karya ilmiah ini mengerakkan jiwanya untuk terus berkarya di bidang literasi. Walaupun saat ini sudah agak sulit didapati generasi muda yang mau menulis.
Langkah kongkret gerakan menulis atau yang dikenal dengan literasi dilakukan oleh Komunitas Ilmiah Santri Al Islam Joresan dengan melakukan kunjungan ilmiah ke penulis handal Ponorogo yaitu Prof. Dr Sutejo.
Motivator handal Ponorogo ini langsung membuka suasana literaturi menjadi menarik.
Pertanyaan hari ini: macet dalam menulis, sulit memilih kata, kehabisan kata-kata, antarparagraf tidak sambung, sulit buat judul, bingung mau nulis apa, ingin menulis tapi tidak bisa…
Catatan Ironisnya:
Tidak suka baca, tidak suka merenung, tidak suka amati sesuatu, tidak biasa mempertanyakan sesuatu. Karya atau tulisan malu dilihat atau dibaca teman. Maunya dikirim langsung muat. Bagaimana mengirimkannya. Untuk apa menulis. Membaca ngantuk, jenuh. Membaca sulit. Menulis sulit. Bagaimana bisa menulis bisa menjadi obat sakit hati atau jiwa.
Itulah tadi seputar bincang literasi baca-tulis di rumah buku milik profesor “nyentrik”, Maunya sesi satu jam terus baca-baca buku. Mau baca buku apa? Ya, buku. Aduh, membaca itu ada tujuannya, banyak jenisnya, fungsinya beda-beda. Demikian juga dengan menulis. Ternyata berbicara tentang baca tulis bisa mencapai 3,5 jam.
Beliau berpesan, mari ajari anak-anak suka membaca. Susah? Tidak. Ajarkan dari materi atau hal yang disuka. Contohkan di rumah dan sekolah. Biasakan. Diskusikan hasil bacaan dan tulisan secara santai. Sebab nulis itu keterampilan, kemahirannya butuh latihan. Berapa kali? Sampai mahir. Tidak usah dihitung. Lakukan setiap hari. Semakin banyak waktu yang digunakan Semakin cepat. Itu baik.
Ditambahkan, ingin menulis itu baik. Tetapi lebih baik akan menulis, dan sedang menulis. Ingin saja tidak cukup. Menulis saja. Sebab, menulis itu ibadah. Berpahala. Perintah agama. Bukan perintah guru, yang guru sendiri juga tidak menulis. menulis, dan menulis! Ini resep ajaibnya! “Obat menulis ya berlatih menulis. Sip. Lakukan sehari tiga kali dijamin kesehatan jiwa dan pikiran terjamin. Ya, betul seperti. Menulislah tiga kali setiap hari.” Tegas Sutejo.
Setelah kunjungan ilmiah, kegiatan Komunitas Ilmiah Santri dilanjut dengan Ziarah Makam Auliya Ponorogo. Makam yang dikunjungi pertama adalah Makam KRMA Merto Nagoro. Yaitu bupati ke-13 setelah Batoro Katong yang berada di Pasarean Ageng Desa Tajug, Kecamatan Siman. Dilanjut ke Makam Ki Ageng Muhammad Besari dan Ki Ageng Hasan Besari yang terletak di belakang masjid Tegalsari. Dua tokoh besar ini merupakan “Gurunya para guru” dari pesantren di Ponorogo. Konon pada masa keemasannya ribuan santri mondok di pondok pesantren Tegalsari, salah satunya adalah pahlawan Nasional HOS Cokroaminoto.
Kegiatan terakhir dalam agenda Ziarah Makam Auliya adalah di makam pendiri Desa Joresan yaitu Mbah Kyai Ahmad Toyyib Desa Joresan Mlarak Ponorogo untuk mendapatkan keberkahan bagi santri dan Pondok Pesantren Al Islam Joresan. (IIM)