Merenungkan Ulang Model Keberagamaan ‘Kita’

Resensi Buku Merasa Dekat dengan Tuhan itu Godaan yang Berat
Judul Buku : Merasa Dekat dengan Tuhan itu Godaan yang Berat
Penulis : Muhammad Zaid Su’di
Penerbit : Buku Mojok
Tahun : 2022
Tebal : x + 129 halaman
Peresensi : Abdul Azis Fatkhurrohman

Kuantitas ibadah seringkali dianggap berbanding lurus dengan kualitas keimanan diri seseorang. Indikatornya sederhana, seringkali penulis menjumpai seseorang yang rajin ke masjid untuk shalat berjama’ah, dengan gampangnya melempar klaim kesalehan atas dirinya dibanding orang-orang lain yang tidak serupa dengan kebiasaan tersebut. Dan masih banyak permisalan lain yang tentu masing-masing kita pernah menemui baik secara sadar maupun tidak.

Gambaran di atas barangkali dapat menjadi pembuka dalam perbincangan buku yang ditulis oleh Muhammad Zaid Su’udi. Buku yang diberi judul Merasa Dekat dengan Tuhan itu Godaan yang Berat menyuguhkan potret keberagamaan masyarakat yang variatif.

Disajikan dengan narasi-narasi ringan serta dekat dengan kehidupan sehari-hari, menjadi salah satu nilai plus buku ini. Pembaca akan digiring pada sejumlah cerita dan peristiwa tentang bagaimana penganut keagamaan mengekspresikan keyakinannya yang unik, agak serius dan terkadang mengundang tawa tipis-tipis.

Dalam beberapa peristiwa, intensitas ibadah yang cukup tinggi membawa seseorang pada dua sisi yang kurang seimbang. Tindakan seseorang kadangkala keluar dari akal rasional yang justru membuat dirinya bersikap kurang bijak.

Sebagaimana dikisahkan, terdapat seseorang yang menempatkan sikap tawakal yang cukup ekstrem. Kepasrahan kepada Tuhan atas kondisi yang telah menghimpit seseorang dalam cerita pembuka buku ini, membuat fikiran orang awam bahkan yang dengan tingkat kemapanan iman sekalipun menjadi geleng-geleng.

Bagaimana tidak, di saat dirinya telah terkepung banjir di atas genteng rumah, pertolongan dari tim penyelemat ia tolak seraya menunggu pertolongan dari Tuhan (halaman. 2). Pertanyaannya, pertolongan semacam apa yang ia angankan yang itu dari Tuhan.

Kita seringkali menyetir Tuhan dalam berbagai hal. Andil dari sang Maha Pengatur Alam Semesta dikreasi sedemikian rupa, seolah jika tidak sesuai dengan imajinasi kita, hal tersebut bukan datang dariNya.
Kondisi semacam tersebut, akan membawa diri seseorang pada dua konsekuensi; kekecewaan dan keputusasaan. Kekecewaan atas do’a yang tidak dikabulkan dan keputusasaan lantaran usaha yang ditempuh seolah sia-sia. Padahal, tidak terijabahnya doa yang kita panjatkan, barangkali menjadi jawaban yang terbaik untuk diri kita (halaman 125). Tidakkah sekali-kali menjadi perenungan, bagaiamana jika do’a semua orang terijabah ? Sepertinya kehidupan akan menjadi lempeng dan forum-forum sambat kehilangan eksistensinya. Belum lagi huru hara yang akan terjadi dimana-mana, saat doa masing-masing orang membawa kepentingannya dan itu terkabulkan.

Dalam persoalan lain, ‘merasa’ dekat Tuhan juga terkadang menimbulkan hal-hal yang merugikan diri sendiri, orang lain dan bahkan cenderung menyesatkan sesama. Sebut saja dari salah satu kisah ustadz kontemporer; Evie Effendi (halaman, 61). Kapasitasnya sebagai seorang pendakwah, menjadikan dirinya seolah-olah belajar langsung dari Nabi Muhammad Saw dan para sahabat.

Meski barangkali statement tersebut tidak bermaksud secara harfiah, namun badai cemooh secara deras menghujani dirinya. Dalam perihal tersebut, al-Ustadz mencoba memberikan rekomendasi bacaan untuk mengetahui kualitas hadis dengan tendensi bahwa yang direkomendasikan merupakan kitab yang valid -menurut dirinya- dan paling tepat. Ditambah dengan kesan distorsi dan menyempitkan kajian hadis yang begitu sangat luas.

Selain sepenggal beberapa kisah di atas dalam buku ini, akan kita jumpai sejumlah peristiwa yang barangkali dekat atau bahkan kita mengalaminya sendiri dengan kehidupan kita. Saya menyarakankan untuk melahapnya sendiri.

Wa ba’du, bahwa selain dikemas cukup ringan bagi pembaca, namun ia juga mengandung kritik sosial sekaligus tamparan keras bagi sebagian praktik maupun ekspresi keagamaan masyarakat. Tamparan bagi yang merasa dekat dengan Tuhan namun mengabaikan nilai-nilai keTuhanan itu sendiri. Selamat membaca !

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *