Ancaman Krisis Air Dunia 2045, Berikut Sejumlah Pembangunan Yang Merugikan Lingkungan

Aswaja News –  Kemajuan dunia industri yang begitu pesat tentu selalu berhubungan dengan isu lingkungan yang mengancam.

Dunia memprediksi penurunan curah hujan hanya 1-4 persen pada tahun 2020-2034 yang memicu kekeringan dan konflik alokasi air.

Data bank dunia turut menyebut populasi manusia bertambah sebanyak 8,32 juta jiwa setiap tahunnya dan tidak sebanding dengan cadangan sumber daya alam.

Bahkan, Statistik tahun 2022 mencatat, Indonesia mengalami 3.544 bencana alam, 98 persen bersifat hidrometeorologi, yang merenggut 3.183 nyawa dan berdampak pada 18 juta orang selama satu dekade terakhir.

Namun, tampaknya pemerintah belum begitu serius menanggapi ancaman tersebut hingga beberapa kebijakan dan pembangunan dinilai semakin memperjelas prediksi dan ancaman dunia tentang keberlangsungan hidup manusia.

Adapun beberapa pembangunan yang dinilai merugikan lingkungan antara lain:

1. Pembangunan Hotel dan Apartemen

Pembangunan hotel dan apartemen yang banyak terutama pada daerah dengan tingkat potensi wisata yang melimpah justru memperparah kekeringan dan ketidakmerataan air bersih.

Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu daerah dengan pembangunan yang masif sehingga menyedot sumur dengan kapasitas air tanah yang banyak.

Penggunaan sumur air tanah yang dalam telah mengakibatkan kekeringan terhadap lingkungan sekitar hotel dan apartemen.

Grentifikasi adalah fenomena perubahan alih fungsi lahan yang dialami di DIY. Fenomena ini memberikan keuntungan bagi kelompok kelas menengah ke atas.

2. Proyek Tambang Nikel di Sulawesi Tenggara

Pulau Wawoni’I, Sulawesi Tenggara tengah mengalami krisis air bersih akibat aktivitas proyek tambang nikel sejak tahun 2019 lalu.

Kerusakan sumber air bersih yang tercemar lumpur telah berdampak terhadap 2.214 jiwa di 5 desa yakni Roko-Roko, Teporoko, Dompu-Dompu, Sukarela Jaya dan Bahaba.

Tak sampai disitu, air sungai yang tercemar material sedimen lumpur turut mengancam
kelestarian ikan di pesisir Pantai.

PT Gema Kreasi Perdana (GKP) justru membantah tudingan terhadap tambang miliknya yang berdampak pada keruhnya sumber mata air di Roko-Roko dan menjelaskan kondisi tersebut disebabkan adanya curah hujan yang tinggi.

Pada tahun 2023, PT GKP memberikan bantuan air bersih setiap harinya, pembersihan bak penampungan air, pembuatan sumur bor dan pencarian sumber air bersih alternatif seakan menjadi solusi paling efektif.

3. Pembabatan Hutan Adat di Papua

27 tahun lamanya, kepemimpinan Presiden Indonesia berubah sebanyak 6 kali dengan kebijakan-kebijakan yang berbeda.

Hingga tahun 2023, Papua telah kehilangan 19.426 hektar hutan yang dialihkan untuk kebun sawit hingga Hutan Taman Industri (HTI).

Maraknya konversi hutan dan illegal logging serta kebijakan-kebijakan yang sengaja menghilangkan hutan adat terlihat jelas sejak masa orde baru.

Eksploitasi hutan semakin marak didukung wewenang pemerintah daerah yang memberikan izin pemanfaatan hutan tanpa diimbangi kapasitas pemerintah untuk mengontrol aktivitas tersebut.

Pembabatan hutan adat di Papua sama halnya merenggut tanah dan alam sebagai ruang hidup mereka. Bahkan, nilai kesatuan moral rakyat Papua berhubungan erat dengan alam.

Tentu saja, perusakan hutan telah berdampak terhadap penurunan debit air yang signifikan.

Dan masih banyak pembangunan dan kebijakan yang sangat merugikan alam tempat tinggal manusia. Bagaimana keberlangsungan hidup manusia ke depan tergantung bagaimana hari ini kita bertindak.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *