Menyibak Konsep Kesetaraan Gender Masyarakat Jawa Dalam Buku Saya, Jawa, Islam Karya Irfan Afifi

Oleh: Azza Fahreza Zayinnatul Ula, S.Sos

Aswaja News – Kesetaraan Gender kerap dihubungkan dengan kebudayaan Jawa tentang penempatan perempuan dalam aspek kehidupan. Artinya, hubungan keduanya ini menjadi wacana yang menarik untuk dibahas.

Kesetaraan gender kerap diwarnai perspektif bahwa perempuan harus mandiri secara ekonomi dan keluar dari bayang-bayang menjadi “Ibu rumah tangga” dengan meraih pendidikan yang tinggi misalnya.

Pandangan tersebut tidaklah salah namun juga tidak dibenarkan. Dalam buku “Saya, Jawa dan Islam” karya Irfan Afifi, kesetaraan gender tidak berawal dari kemandirian perempuan yang berujung pada persaingan atau perebutan peran sosial yang dimiliki laki-laki (pemimpin keluarga).

Baca juga:

Komunikasi Antarbudaya: Proses Pertukaran Sandi-Penyandian Antara Encoder dan Decoder

Justru dalam konteks pekerjaan publik, hal tersebut memperkukuh, memperluas ruang sosial perempuan Jawa dalam kehidupan rumah tangganya.

Pandangan ini seolah memutar balik pemikiran kita bahwa menjadi ibu rumah tangga tidaklah sesempit yang kita kira. Melainkan disitulah letak ruang gerak perempuan yang lebih luas.

Kembali di masa pra-modern, dimana ukuran fisik dan sistem otot laki-laki yang secara biologis lebih unggul dibedakan dengan peran biologis wanita yang mampu melahirkan anak. Pada akhirnya, lahirlah pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin yang terjadi hingga sekarang.

Dalam keadaan demikian, kita dihadapkan kepada masalah-masalah patriarki yang sukar. Yang kemudian juga dikaitkan dengan masyarakat Jawa yang dinilai telah mempraktikkan budaya patriarki yang kuat.

Baca juga :

Petilasan Suru Kubeng di Jetis Kabupaten Ponorogo, Tempat Ki Ageng Kutu Membangun Kerajaan Barunya?

Masyarakat Jawa adalah sebuah kelompok sosial yang selama ini dinilai telah mempraktikkan budaya patriarki yang kuat. 

Seperti pada istilah-istilah yang memposisikan perempuan lebih rendah daripada laki-laki. Salah satu contohnya adalah istri sebagai kanca wingking, artinya teman belakang, teman dalam mengelola urusan rumah tangga (Urusan anak, memasak, mencuci) dan lain-lain.

Tak sampai disitu, istilah suwarga nunut neraka katut juga diperuntukkan bagi para istri, bahwa suami adalah yang menentukan
istri akan masuk surga atau neraka.

Selain itu, yang sering kita dengar adalah manak, macak, masak untuk perempuan harus bisa (memberi keturunan, berdandan, memasak). Atau pada istilah dapur, pupur, kasur, sumur yang terus dilekatkan pada perempuan.

Baca juga:

Agama dan Semangat Membela Kaum Mustad’afin, ‘Menyoal’ Agama Adalah Candu Karl Marx

Istilah yang melekat pada masyarakat Jawa terus mempengaruhi perspektif yang terikat pada budaya.

Namun, realita ternyata menjelaskan bahwa masyarakat Jawa adalah cerminan kesetaraan gender.

Salah satunya istilah “Garwo” atau Sigaran Nyowo yang diartikan bahwa perempuan dan laki-laki ditempatkan dalam hubungan saling melengkapi.

Lagi-lagi dalam buku “Saya, Jawa dan Islam” ini memperlihatkan temuan bahwa perempuan Jawa mendefinisikan konsep kecantikan misalnya dalam makna berbeda.

Konsep kecantikan dikaitkan perempuan Jawa dengan ungkapan bahwa cantik itu lahir batin, cantik itu bisa menyesuaikan sikon (empan papan), cantik itu kelakuannya baik, bersih dan penampilannya oke.

Baca juga :

Sejarah Bergantinya Nama Pasar Induk Ponorogo: Dari Pasar Mernung hingga Pasar Legi (Pasar Songgolangit)

Artinya, penampilan perempuan Jawa se-modern apapun harus dikenakan dengan kesesuaian umur, tubuh, status sosial-ekonomi, status perkawinan dan peranannya dalam sosial dan lainnya.

Ini berarti konsep kecantikan dikaitkan dengan konteks keberadaan sosial yang maknanya adalah modalitas-modalitas yang bersifat sosial dan bukannya individual.

Masih banyak perspektif masyarakat Jawa yang menyimpan berbagai tafsiran mendalam berkaitan dengan kesetaraan gender. Namun, satu yang pasti bahwa pandangan terhadap sesuatu tidaklah selalu sama.

Referensi :

  • Afifi, Irfan. Saya, Jawa Dan Islam. Yogyakarta: Penerbit Tanda Baca, 2019

One thought on “Menyibak Konsep Kesetaraan Gender Masyarakat Jawa Dalam Buku Saya, Jawa, Islam Karya Irfan Afifi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *