Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar
Beberapa hari ini, Batam terasa panas. Bukan panas cuaca, melainkan panas oleh aksi demo warga mengatasnamakan Aliansi Melayu Kepri. Mereka menolak pembangunan Rempang Eco City oleh PT Makmur Elok Graha (MEG) di Kampung Tua, Rempang, dan Pulau Galang. Tidak kurang tujuh ribu orang lebih mendemo Kantor Walikota dan juga BP Batam. Pokok persoalannya adalah pembangunan.
Batam dulunya seperti tak bertuan. Kalau pun ada penghuninya, hanya sedikit. Bahkan, Pulau Galang dijadikan tempat penampungan pengungsi Vietnam. Ketika pengungsi itu kembali, bak pulau hantu. Lalu, datanglah pemerintah. Dibentuk Badan Otorita Batam. Batam dibangun dengan tujuan ingin menyaingi Singapura yang letaknya sangat dekat. Batam disulap, dibangun siang dan malam. Orang pun berdatangan dari segala penjuru. Dalam tempo singkat Batam jadi ramai dan maju. Jadilah Batam yang seperti sekarang ini. Kenapa begitu? Karena ada pembangunan.
Pembangunan adalah kegiatan komersial atau serangkaian kegiatan komersial yang direncanakan secara sadar dan dilakukan oleh rakyat, negara, dan pemerintah sehubungan dengan pembangunan bangsa. Itu salah satu definisi apa itu pembangunan. Siapa pun pemimpin di negeri ini harus melakukan pembangunan. Ada pembangunan berarti ada kemajuan. Bila tidak ada, dianggap tertinggal. Harus bangun dan terus membangun. Jangan pernah berhenti membangun. Maunya begitu.
Untuk membangun perlu dana dong. Nah, di sini persoalannya. Mengandalkan APBN atau APBN sangat terbatas. Salah satu solusinya, cari investor atau pihak ketiga. Investor pasti orang berduit. Investor mau menanamkan investasi asal ada jaminan keamanan, infrastruktur yang baik, listrik, air bersih, dan jaringan internet tersedia.
Investor itu bernama PT MEG bekerja sama dengan perusahaan raksasa asal China Xinyi Group. Nilai investasinya 172,5 triliun. Rencananya akan membangun pabrik kaca nomor dua terbesar di dunia dan pembuatan solar panel. Tak hanya itu, juga dibangun sektor pariwisata, perdagangan dan jasa, tranportasi, perumahan, hingga energi baru terbarukan. Keren ya..172,5 triliun itu duit ya wak, bukan daun.
Konsekuensi dari investasi jumbo itu, seluruh warga di Kampung Tua, Rempang, Galang harus direlokasi alias dipindahkan. Pemerintah menyiapkan kavling seluas 500 meter persegi. Di situ akan dibangun rumah tipe 45, diberikan HGB terhadap tanah dan rumah secara gratis biaya Uang Wajib Tahunan selama 30 tahun. Akan dibangun pelabuhan untuk nelayan. fasilitas umum dan fasilitas sosial serta pendidikan di lahan relokasi. Bahkan, anak dari warga itu akan dikursuskan, diberikan skill agar nantinya bisa bekerja di kawasan industri itu. Terlihat enak dan menggiurkan. Nyatanya, warga keturunan Melayu itu menolak. Tapi, Menteri Investasi, Bahlil ngotot, pokoknya harus pindah. Ngotot tak mau pindah walau diimingi banyak keuntungan. Yang satunya ngotot, harus pindah demi pembangunan.
Setiap pembangunan, tak hanya menguntungkan, tapi ada sisi lainnya, merugikan. Ini sudah menjadi hukum alam. Sebagai contoh, Pemerintah Arab Saudi harus banyak menggusur tempat bersejarah di Mekah demi perluasan Masjidil Haram. Begitu juga Singapura, banyak menggusur pemukiman nelayan demi pembangunan. Di mana-mana juga begitu. Pasti ada yang harus dikorbankan ketika pemerintah mau membangun. Tinggal dihitung berapa besar yang dirugikan dan berapa besar yang diuntungkan. Kalau kerugian kecil, sikat saja. Gusur demi pembangunan. Biasanya begitu wak.
Imbas lain dari pembangunan, kerusakan lingkungan. Ini juga tak bisa dihindarkan. Hilangnya pemukiman, hilangnya situs bersejarah, dan sebagainya. Pasti ada kerusaan. Ngomong lain bila tidak ada. Kerusakan itu dicarikan solusinya. Soal lingkungan mesti lulus dulu uji Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL/UPL). Termasuk penyiapan lahan untuk pemukiman baru bagi yang digusur. Semua itu bagian dari win-win solution. Istilah yang lagi trending, ganti untung, bukan lagi ganti rugi. Banyak warga menjadi kaya raya gara-gara ganti untung ini.
Kembali soal demo Melayu yang hampir merobohkan pagar kantor walikota. Pihak BP Batam bersedia melakukan pertemuan dengan warga. Sampai saat ini belum ada keputusan apa hasil pertemuan itu. Hanya berharap, pembangunan bisa dirasakan oleh semua pihak. Konsekuensi pembangunan pasti ada, usahakan diminimalisir segala bentuk kerugian. Itu sajalah wak, maaf agak panjang.