Oleh: Ahmad Baso
Dari ratusan kiai pengurus PBNU, tidak pernah ada yg ngasih gelar doktor honoris causa. Kebanyakan dikasih gelar itu dari kampus. Hanya satu kiai yg justru dicari ilmu dan barakahnya yakni almaghfurlah KH ZUBAIR UMAR Salatiga santri Hadlratusysyekh KH Hasyim Asy’ari kelahiran Bojonegoro. Beliau disuruh belajar ilmu falak oleh gurunya ke Mekah. Tapi ulama Makkah dan Madinah menyerah tidak kuat ngajarin santri Tebuireng super alim ini. Akhirnya beliau jadi guru bukan santri.
Beliau belajar agama di Madrasah Diniyah di Madrasatul Ulum, yang berada dalam komplek Mesjid Besar Bojonegoro (1916-1921), kemudian nyantri di Pondok Pesantren Tremas, Pacitan, Jawa Timur, selama empat tahun (1921-1925) di bawah asuhan KH. Dimyathi Abdullah (w 1934), melanjutkan menjadi santri di Pesantren Simbang Kulon, Pekalongan, Jawa Tengah pada tahun 1925-1926 di bawah asuhan Kyai Amir Idris (w 1938) dan nyantri di Pondok Pesantren Tebuireng berguru kurang lebih selama tiga tahun (1926-1929) pada K.H.M Hasyim Asy’ari.
Beliau berguru kepada beberapa ulama terkenal selama tahun 1930-1935. Damaskus, Syiria, dan ke Palestina, Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, dimana ada seorang ulama falak yang mumpuni. Pada waktu itu Rektornya dipegang oleh Syekh Ahmad Musthafa Al-Maraghi dan disana beliau bertemu dengan Syekh Umar Hamdan al-Mahrasi (wafat 1949).
Sumber: Group SIB