Aswaja News – Ahmad Lutfi Fathullah yang baru wafat pada hari Ahad 11/7/2021 kemarin merupakan salah satu sosok ulama Betawi yang monumental. Latar belakang keilmuannya dikenal sangat luas, begitu juga gaya dakwah yang ia gunakan sangat luwes. Kehadirannya di dunia dakwah maupun ranah akademik sangat diterima dengan baik, khususnya di Betawi.
Kiai Lutfi Fathullah yang lahir pada tahun 1964 dikenal sebagai ulama hadis ini secara silsilah merupakan cucu dari seorang ulama hebat, Guru Mughni, yang merupakan ulama hebat asli Betawi di Kuningan. Guru Mughni sendiri dikenal sebagai ulama pejuang di tanah Betawi yang lahir pada tahun 1860 dan wafat pada tahun 1935 M (Hidayat 2012). Di era itu, Kuningan, Jakarta Selatan masih didominasi warga etnis Betawi.
Sebagaimana wataknya, penerimaan masyarakat Betawi terhadap Islam sangatlah tinggi. Bagi mereka, Islam sebagai nafas kebudayaan di mana di dalamnya ulama mendapat penghormatan dan status sosial yang lebih tinggi (Aziz 2020). Sehingga penerimaan terhadap muallim atau ustaz, jika levelnya sudah tinggi disebut sebagai Guru, sangat besar. Prinsip yang mengakar kuat tersebut terjadi juga terhadap para Hadrami yang sangat diterima di Betawi (Anwar 2020).
Kiai Lutfi Fathullah tumbuh di tengah-tengah masyarakat yang memiliki kultur demikian. Secara pendidikan, sejak kecil diasuh oleh saudaranya sendiri. Setelah lulus dari Sekolah Dasar kemudian ia dikirim oleh orangtuanya ke Pondok Pesantren Modern, Gontor hingga lulus SMA. Bagi sebagian masyarakat Betawi, mengirim anakk-anaknya ke Pondok di Jawa, sebenarnya masih menjadi prinsip mereka hingga saat ini.
Setelah lulus dari Gontor, Kiai Lutfi Fathullah pernah sebentar melanjutkan belajar di Assyafi’iyyah kemudian baru dapat 6 bulan lanjut berdiaspora ke beberapa universitas ternama di dunia untuk memperdalam keilmuan Islam. Itikad tersebut juga tidak lepas dari dorongan keluarga dan juga kultur di Betawi era itu.
Dalam interview pribadi yang pernah dilakukan oleh Fajrina dengan kiai Lutfi Fathullah pada 2013, di Kuningan, dulu, orang yang belajar agama akan dihormati di masyarakat. Sehingga orang-orang sangat berharap anak-anak mereka bisa belajar agama di Pesantren atau Timur Tengah.Pendidikan yang biasa diterapkan di Betawi era itu juga memadukan antara pendidikan Sekolah Umum dan Agama. Saat pagi anak-anak harus sekolah di Sekolah Dasar, kemudian pada sore hari harus belajar di Sekolah Diniyyah. Metode belajar seperti demikian masih bisa ditemui di daerah-daerah yang masih menerapkan sistem pendidikan model lama.
Kiai Lutfi Fathullah termasuk yang mengenyam model pendidikan lama yang ada di Betawi. Sehingga prinsip untuk berkelana seperti halnya yang dilakukan oleh para ulama dulu untuk tujuan mencari ilmu juga ia miliki.
Ulama-ulama dulu dalam rangka mencari ilmu harus rela berpisah dengan keluarganya hingga bertahun-tahun lamanya. Mereka baru pulang dan biasanya mendirikan tempat belajar atau pesantren jika sudah merasa ilmu yang mereka dapatkan sudah layak untuk diamalkan.
Keilmuan dan Dakwah Ahmad Lutfi Fathullah, Soal keilmuan, Kiai Ahmad Lutfi Fathullah lebih sering dikenal sebagai ulama ahli di bidang hadis. Itu karena, materi yang beliau sampaikan lebih sering berkaitan dengan hadis. Namun tidak menafikan jika ulama sekapasitas beliau juga menguasai fan-fan ilmu lain, Fiqih, Tafsir Al-Qur’an, Tasawuf, dan lain sebagainya.Pada saat sekolah di Strata Satu di Damaskus, kiai Lutfi Fathullah juga masuk di fakultas Fiqih dan Ushul Fiqih. Dan di sela-sela itu, ia juga menghafal Al-Qur’an dan disetorkan langsung kepada gurunya selepas bakda subuh.
Namun fan-fan keilmuan tersebut tidak muncul karena biasanya untuk kebutuhan akademik. Hal seperti demikian ini umum terjadi. Contoh seperti Prof. Dr. Said Agil al-Munawwar. Secara akademik lebih dikenal sebagai professor di bidang ilmu syariah dan hadis, sedangkan soal keilmuan sangat mumpuni di bidang tafsir, ilmu tafsir, dan sejenisnya.
Begitu juga dengan kiai Lutfi Fathullah, dengan fan keilmuan yang luas ia mampu berdakwah secara luwes di beberapa tempat dan media. Ini termasuk keunikan yang ia miliki. Karena belum tentu orang yang ilmunya luas dakwahnya juga luwes.
Kiprah tersebut bisa dilihat ia sangat sering berdakwah di banyak tempat, baik akademik maupun majlis taklim hingga beberapa TV. Selain itu juga arif memanfaatkan kemajuan teknologi. Di antara karya jariyahnya yang sangat berguna untuk umat adalah mempelopori digitalisasi kitab-kitab hadis dan membuat perpustakaan Islam digital yang memuat ribuan kitab.(Nda)