Aswaja News – Kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid merupakan kitab fiqih muqarin (Fiqh perbandingan). Kitab ini disusun dengan pendapat-pendapat Imam Madzhab dalam menentukan suatu hukum Islam. Buku ini ditulis oleh Ibnu Rusyd, menurut Wikipedia buku ini dianggap sebagai buku yang terbaik dalam masalah penjelasan sebab-sebab perbedaan pendapat di antara para ulama dalam setiap permasalahan fikih.
Kitab ini ditulis oleh Ibnu Rusyd, seorang filsuf terkemuka pada masanya yang memiliki nama asli Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Rusyd. Beliau merupakan seorang ulama yang produktif. Banyak karya tulis yang beliau hasilkan, sangat bermutu dan bermanfaat. Kitab Bidayatul Mujtahid adalah salah satu buktinya.
Ketoka Ibnu Rusyd berusia 62 tahun, lahirlah sebuah karya fenomenal yang menjadi rujukan dalam bidang perbandingan mazhab. Di dalam kitab ini berisi Pemikiran mazhab fikih para sahabat hingga pemikiran fikih ulama abad ke 11 Masehi, yang ditulis dalam sebuah karya setebal 774 halaman.
Ibnu Rusyd menggubah kitab Bidayatul Mujtahid menjadi netral tanpa menghakimi pendapat pendapat imam madzhab yang lain. Padahal, beliau adalah pengikut mazhab Maliki. Seluruh pemikiran dianalisis secara teliti dan seimbang. Kuat atau tidaknya sebuah pemikiran, tergantung sejauh mana kualitas dalil yang dimilikinya.
Kitab Bidayatul Mujtahid memiliki 71 pembahasan. Dimulai dari kitab thaharah (Bab Bersuci) dan diakhiri dengan topik kitab al-Aqdhiyah (Bab Keputusan Hukum). Setiap bab meliputi beberapa sub-bab dan fashal tersendiri.
Sebelum memaparkan perbedaan pendapat dengan segala argumentasinya, Ibnu Rusyd mejelaskan terlebih dahulu terkait kemufakatan sebuah hukum (ijma’). Selanjutnya, Ibnu Rusyd menjabarkan secara terperinci dan sistemik setiap argumentasi dari pendapat yang ada. Diawali dengan pendapat dan dalil dari Sahabat Nabi, Tabiin hingga fatwa dan argumen para tokoh Mazhab.
Proses pengolahan dalil menjadi sebuah fatwa juga dijabarkan secara apik. Sehingga, perbedaan pendapat dari satu dalil yang sama dapat dipahami oleh pembaca dengan mudah. Selanjutnya, Ibnu Rusyd menjelaskan pendapat yang terkuat dari sekian pendapat berdasarkan kekuatan dalil yang dimiliki.
Hal inilah yang paling menarik, dengan metodologi penulisan seperti ini akan memudahan para pembaca untuk mempelajari kitab ini. Ini juga yang menjadikan kitab ini istimewa dan menjadi rujukan dalam perbandingan madzhab.
Dari Ibnu Rusyd kita belajar bahwa perbedaan pendapat tidak harus disikapi dengan saling menyalahkan, atau bahkan saling memaki dan menyudutkan. Betapa indahnya jika perbedaan tersebut dirembuk bersama dengan kerendahan hati. Perbedaan merupakan nikmat dan anugerah dari Allah, sudah seyogianya kita menyikapinya dengan hati yang lapang dan penuh kebijakan sebagai bentuk rasa syukur dan toleransi.
Setelah mempelajari Kitab Bidayatul Mujtahid, pandangan kita tidak akan preskriptif lagi. Dari kitab ini kita belajar bahwa dengan bersikap toleran segala sesuatu dapat diselesaikan dengan baik. Semoga Allah melimpahkan Rahmat dan karunianya kepada Ibnu Rusyd, Ulama kelahiran Cordoba, Spanyol yang telah mewariskan kitab yang luar biasa ini sebagai pelajaran bagi kita semua. (DAF)