Aswaja News – Prof. Dr. Huzaemah Tahido Yangoo M.A seorang ulama perempuan yang sudah dua periode menjabat sebagai rektor institut Ilmu Qur’an Jakarta, kini telah wafat, Selama berkiprah di bidang intelektual, beliau ini dikenal sangat ahli di bidang perbandingan mazhab Fiqih. Dibuktikan dengan karya-karyanya yang berkaitan dengan bidang itu.
Kenangan saya yang pernah diajar di Pasca Sarjana IIQ selama dua semester pada tahun 2017 masih sangat membekas. Tutur katanya yang khas orang Sulawesi itu masih energik sekali meskipun secara usia sudah sangat sepuh. Hafalan referensinya masih di luar kepala, ketika mengajar selalu disampaikan dengan bahasa yang lugas, tidak jarang mengutip karya-karyanya yang berkaitan dengan hukum Fiqih. Serta dihiasi dengan cerita perjalanan akademiknya mulai ketika di Kairo hingga berkiprah di Indonesia.
Ketika di kelas, beliau juga sering melontarkan kritik akademik kepada para tokoh sebagai pembanding. Yang dikuatkan dengan argumentasi otoritatif. Ini menunjukkan kalau wawasannya di bidang hukum Islam masih menempel sangat kuat meskipun secara usia sudah sangat sepuh.
Sosoknya sederhana, mengayomi, ramah dan menjadi idola banyak mahasiswa. Yang paling digemari mahasiswa Pasca di kelas saya ketika itu, setiap kali menutup perkuliahan dengan melambaikan tangan sebagai simbol keakraban sejawat. Dan seperti tidak berkenan jika tangannya diciumi oleh mahasiswa. Maklum karena mahasiswa IIQ notabene adalah santri.
Uniknya, meskipun menyandang gelar Profesor, ia tidak canggung-canggung bercerita soal kegiatan pribadinya ketika di rumah. Tuturnya pada saat itu, ketika di rumah ia tetap berperan sebagai ibu rumah tangga secara total. Memasak, bersih-bersih rumah, dan lain sebagainya.
Prinsip demikian juga dibangun dengan dalil keilmuan. Menurutnya, peran perempuan dalam sektor domestik tetap harus dijaga. Sehingga pengaruhnya dalam mendidik anak, mengatur manejemen rumah tangga, sampai urusan dapur tidak boleh luput dari perhatian perempuan karena naluri perempuan memang tepat dalam urusan tersebut. Meskipun sudah berkiprah di ruang publik.
Ibu Huzaemah, begitu kami menyapa. Juga sosok ibu rumah tangga yang sukses memotivasi keluarga, mahasiswa, serta orang-orang terdekatnya untuk berkarir secara serius di bidang akademik. Suaminya juga seorang professor dan putra satu satu beliau tercatat telah sukses menggondol gelar doktor di bidang yang sama dengan ibunya dalam usia yang terbilang masih sangat muda.
Pengakuan yang sama juga disampaikan oleh Prof. Dr. Nadirsah Hosen, yang saat ini menjadi dosen di Monas Law School, Australia. Dalam prolog bukunya yang berjudul Dari Hukum Makanan Tanpa Label Halal Hingga Memilih Mazhab yang Cocok (2015) juga menyampaikan bahwa karir akademiknya sangat dipengaruhi oleh Prof. Huzaemah.
Selain sibuk di bidang akademik, beliau juga aktif di berbagai organisasi internasional. Semenjak tahun 1980 an, beliau sudah tercatat sebagai anggota fatwa di MUI pusat. Pada tahun 1997 sebagai anggota DSN di MUI, dan pada tahun 2004 sebagai anggota DPS di bank BUMN.
Pemikirannya yang progresif dan kontekstual, membuatnya sering disandingkan bersama Prof. Dzakiyah Darajat. Secara kesamaan pandangan, ternyata juga tidak hanya kebetulan. Mereka berdua sama-sama pernah melontarkan kritik atas pandangan Tim Pengusul Pengarus Utamaan Gender (PUG).
Banyak kiprah-kiprah beliau yang tidak cukup dilukiskan hanya dengan kata-kata. Tapi kenyataan mengatakan di hari Jum’at 23 Juli 2021, tepat pukul 06.10 menit, rektor Institut Ilmu Qur’an Jakarta sudah tiada di RSUD Banten karena serangan penyakit. Tetapi kiprah dan jejak yang dia tinggalkan, tetap mewarnai perkembangan akademik, yang pasti jadi amal jariyah untuk dia. Selamat jalan, Ibu.(Nda)