Rosadi Jamani (Ketua Satupena Kalbar)
Ente punya tetangga. Orangnya baik. Suka menolong bila lagi susah. Tapi, ente malah tak menghiraukannya. Suka memalingkan wajah. Malah suka memuji orang jauh di seberang sana. Orang yang beda bahasa, kulit, agama, kelas, rasa, dan pendidikan. Saat ente sakit, tetangga dekat itulah yang membantu, bukan orang asing nun jauh di sana. Itulah gambaran Timor Leste. Tapi, itu dulu. Sekarang, udah mau negur tetangga yang suka menolong, Indonesia.
Timor Leste pernah menjadi provinsi ke-27 Indonesia. Saat jadi bagian kita, negeri kecil itu dibangun serius oleh Soeharto. Seperti anak emas. Dimanjakan dan diistimewakan. Siapa sangka, orangnya tak suka dibikin enak, disuapin, maunya makan sendiri. Dimotori Xanana Gusmao melakukan pemberontakan. Berjuang siang malam lewat perang gerilya melawan TNI/Polri. Banyak yang gugur kedua belah pihak. Perang ini menarik perhatian PBB. Disponsori Australia, sukses membuat Indonesia mengikuti kemauan rakyat Timor Timur, yakni referendum. Digelarlah referendum dengan panitianya PBB pada 30 Agustus 1999. Hasilnya, rakyat Timor lebih memilih cerai, talak tiga lagi, dengan tetangganya yang hanya dipisahkan garis imaginer. Pada 20 Mei 2002, Timor Leste dinyatakan merdeka dari Indonesia. Mereka, rakyatnya pun bersorak-sorai gembira. Mereka beramai-ramai turun ke jalan merayakan kemerdekaan dari tetangganya. Mereka pun larut dalam kemerdekaan yang selama ini diimpikan.
Indonesia waktu itu presidennya alm BJ Habibie. Ia pun dihujat dan menjadi kartu merah sehingga MPR tak merekomnya jadi presiden untuk dipilih. Presiden berikutnya, membiarkan Timor Leste dengan jalannya sendiri. Walau sudah tak bertegur, suka malingkan wajah, Indonesia tetap senyum.
Apa yang terjadi setelah mereka? Awalnya senang bangat. Kemakmuran dan kesejahteraan ada di depan. Bisa kaya ni negara. Tetangganya sering dicibir.
Kemakmuran yang mau dicapai semakin nyata. Karena, dua blok minyak dan gas bisa diekplorasi atas nama Timor Leste dan tetangga jauhnya, Australia. Dua blok minyak dan gas ini menjadi sumber kekayaan Timor. Sudah terbayang negara kaya macam Brunei yang juga ngandalkan minyak dan gas.
Waktu terus berjalan. Dua blok minyak terus disedot minyak. Lalu, mana hasilnya? Apakah sudah kaya, makmur, dan sejahtera? Nyatanya, Bank Dunia menyatakan Timor Leste masuk negara termiskin di dunia. Tetangganya sih senyum saja dengar berita itu. Hasil minyak dan gas lebih banyak dinikmati Australia. Mau manas, tak bisa. Sebab, Australia yang banyak bantu saat mau merdeka. Minyak dan gas, teknologi Australia yang bisa jadikannya dolar. Timor hanya punya wilayah, tapi tak bisa garap sendiri. Wajar, bila tetangga jauh itu lebih banyak diuntungkan. Soal kesejahteraan rakyat Timor, itu urusan pemerintah kalian. “Jangan pula kami disalahkan. Kami mengambil untung berdasarkan perjanjian,” kata Australia. Tetangga sebelahnya bilang, “Raselah…!”
Tetangga yang baik hati terus membenahi rumahnya. Pintu batas dibuat megah. Jalan diperlebar dan dibuat mulus. Para pejuang pro NKRI dibuatkan rumah. Ekonominya terus digenjot. Sementara Timor masih rumah gubuk. Miris melihatnya. Awalnya buang muka, sekarang mulai merengek setelah dinyatakan negara termiskin di dunia. Untung tetangga sebelah orang baik.
Ingin masuk anggota ASEAN, kata tetangga, “Baik, nanti kami bantu, cuma belum penuh ya” Timor masuk ASEAN walau baru satu kaki. Terus apa lagi yang kalian butuhkan, kata tetangga dekat. Minta bangunkan infrastruktur. Baik, kata tetangga dekat. Indonesia pun mengirimkan BUMN membangun segala infrastruktur di sana. Mulai dari bandara, jalan, sampai pelabuhan digarap BUMN. Belum lagi barang-barang kebutuhan pokok, hampir 100 persen dari tetangga yang selalu senyum.
“Nyesal kami pisah dari Indonesia. Ternyata, Indonesia masih tetap perhatian dengan kita,” kata salah satu netizen Timor Leste. Ungkapan penyesalan rakyat Timor Leste banyak beredar di medsos. Mereka ingin gabung lagi dengan kita, cuma masih gengsi. Memang sudah merdeka, sudah damai, dan stabil, tapi apa gunanya juga bila dompet kosong. Bukannya sejahtera, malah sengsara. Mau buat duit sendiri saja tak bisa, masih gunakan dolar sebagai mata uang resmi. Mau majukan pendidikan, malah ngirimkan putra-putri sekolah ke Surabaya, Yogya, dan Bandung. Belum lagi kesehatan, lebih miris lagi. Puskesmas pun masih peninggalan tetangga dekatnya.
Apalagi sains teknologi, ilmu pengetahuan, jangan dibandingkan. Antara langit dan bumi. Apalagi sektor pertanian, apa mau digarap, lahan suburnya hanya sedikit. Miris lihat kondisi Timor Leste. Bisa dilihat dari video vlog orang kita yang suka ke sana.
Apa yang bisa dipetik dari merdekanya Timor Leste? Kemerdekaan itu memang perlu perjuangan dan pengorbanan jiwa dan raga. Namun, mengisinya itu jauh lebih berat perjuangannya. Apalah artinya merdeka, kantong kosong, rumah gubuk, masih bergantung pada negara lain. Bunyinya punya kedaulatan, nyatanya dikendalikan negara lain. Merdeka tapi sejahtera bak fatamorgana. Merdeka tapi kemakmuran tiada. Merdeka tapi banyak rakyat sengsara. Bagi yang mau merdeka, silakan saja, asal jangan macam Timor Leste.