Oleh: Rosadi Jamani (Dosen UNU Kalbar)
Sengketa antara Erick Thohir vs Podcast Tempo Co, berakhir. Dewan Pers (DP) memutuskan podcast Tempo bersalah karena melanggal tiga pasal Kode Etik Jurnalistik. Sanksinya, podcast Tempo wajib memuat Hak Jawab Bos Erick. Bila tidak dijalankan, bisa dinaikkan ke ranah hukum.
Tiga pasal yang dilanggar Pasal 1, Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Pasal 2, Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Pasal 3, Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Selain melanggar tiga pasal Kode Etik Jurnalistik, podcast Tempo juga dinyatakan tidak sesuai dengan butir 2 huruf a dan b Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan-DP/III/2012 tentang Pedoman Pemberitaan Media Siber. Aturan tersebut menyatakan bahwa setiap berita harus melalui verifikasi.
Pihak Tempo diwajibkan untuk melayani hak jawab secara proporsional dan meminta maaf kepada Erick Thohir. Hak jawab itu dimuat di semua platform Tempo yang telah memuat konten podcast tersebut.
Selain itu, Tempo juga disepakati untuk menambahkan deskripsi bahwa podcast tersebut melanggar Kode Etik Jurnalistik dan Pedoman Pemberitaan Siber. Sekarang tinggal menunggu Tempo memuat Hak Jawab bos Erick. Bila tidak dijalankan, barulah diproses secara hukum. Cukup di meja DP, berakhir dengan damai. Biasanya begitu. Pihak Tempo tinggal menjalankan Hak Jawab dan minta maaf, tidak mengulangi lagi. Selesai.
Begitu cara menyelesaikan kasus terkait berita atau konten merugikan di media massa atau media sosial. Jangan mentang-mentang pejabat, diberitakan jelek oleh wartawan, lalu lapor polisi. Polisi pun tak ngerti, main tangkap. Tidak demikian ferguso. Ada DP yang mengadili pihak yang merasa dirugikan media. Lapornya ke DP, bukan ke polisi. Lebih parah lagi, main preman. Tak jarang wartawan diintimidasi, diteror. Lebih mengerikan ada wartawan malah diculik lalu dibunuh.
Ini menjadi pelajaran bagi semua media. Kuncinya, balancing dan konfirmasi. Jangan beropini. Kalau ini dijalankan pasti terhindar dari sengketa. Lho silakan hantam Gubernur dengan fakta dan data, tapi wajib konfirmasi dulu. Bila belum ada konfirmasi, ada baiknya jangan dinaikkan dulu. Tahan dulu dan sabar. Harus ada upaya konfirmasi. Bila tetap dinaikkan, inilah yang membuat Gubernur naik spaning. Begitu idealnya sebuah berita.
Bila media itu terdaftar atau terverifikasi resmi, DP lah yang menyelesaikannya. Tak hanya media massa, akun resmi di media sosial pun bila terverifikasi, diselesaikan di DP. Misalnya, Tempo ada akun di youtube, facebook, Tiktok, Instagram, sepanjang terdaftar, bila akan yang tak terima terkait konten, bisa dilaporkan ke DP.
Bila medianya tidak terdaftar atau belum terverifikasi sepanjang kontennya karya jurnalistik, tetap diselesaikan di DP. Kecuali, akun pribadi, bukan media, bila merugikan atau mencemarkan nama baik orang, penyelesaiannya UU ITE. Polisi bisa langsung tangkap, tak perlu ke DP.
Saran, bagi pejabat atau siapapun yang diminta wawancara oleh wartawan, pastikan medianya itu terverifikasi dulu di Dewan Pers. Tujuannya, apabila kontennya merugikan, bisa dilaporkan ke DP. Media itu juga pasti bertanggung jawab atas kontennya. Kalau tidak terverifikasi, akan susah diselesaikan. Gitu saja sih. #camanewak