AswajaNews – Di tengah arus wisata modern yang cenderung mengejar kemewahan dan kecanggihan, Desa Betet di Kabupaten Nganjuk justru menawarkan pendekatan berbeda.
Kembali ke akar, namun dengan sentuhan segar melalui destinasi Wisata Tani Betet (WTB), desa ini berhasil menghidupkan kembali sungai yang dulunya terlupakan, dan menyulapnya menjadi ruang bermain air, edukasi, dan pelarian sejuk bagi warga kota yang mendamba ketenangan.
Berawal dari inisiatif masyarakat lokal yang melihat potensi aliran Sungai Apur yang dulu hanya sekadar aliran kecil penuh sampah, WTB kini menjelma menjadi salah satu ikon wisata desa berbasis komunitas di Jawa Timur.
Dibuka pada tahun 2016, tempat ini membawa cerita transformasi lingkungan dan pemberdayaan warga. Dengan semangat gotong royong, sungai selebar enam meter itu kini menjadi jalur wisata air yang mirip kanal di Amsterdam, lengkap dengan perahu warna-warni buatan warga.
Tak hanya suasana air yang mendamaikan, WTB juga berkembang menjadi kompleks wisata yang multifungsi. Lokasinya yang terletak di Jalan Wisata Tani No.1, Barik, Betet, Kecamatan Ngronggot, ini kini menjadi tujuan utama wisata keluarga karena menyajikan hiburan menyeluruh untuk segala usia.
Buka setiap hari dari pukul 08.00 hingga 17.00 WIB, WTB tetap konsisten memberikan yang terbaik untuk pengunjung. Pengunjung bisa menikmati area terbuka hijau, taman bermain, gazebo bambu, dan tentu saja petualangan menyusuri sungai sejauh 150 meter.
Wisata Tani Betet menawarkan pengalaman naik kapal yang menjadi daya tarik utama di kawasan ini. Para pengunjung dapat menikmati sensasi menyusuri aliran sungai dengan perahu-perahu berwarna cerah hanya dengan membayar tiket tambahan sebesar Rp5.000 per orang. Harga ini sudah termasuk dua kali putaran mengelilingi lintasan sungai yang dihiasi dengan pepohonan rindang dan pemandangan sawah khas pedesaan.
Wahana perahu ini bukan hanya jadi favorit anak-anak, tetapi juga banyak digemari oleh pasangan muda dan rombongan keluarga yang ingin menikmati momen santai di atas air. Dengan suara gemericik air dan panorama desa yang masih alami, pengalaman naik perahu di Wisata Tani Betet memberikan sensasi menyegarkan.
WTB juga dirancang untuk menyenangkan berbagai kalangan. Anak-anak bisa bermain air area bermain seperti odong-odong, melukis dan sebagainya, remaja bisa berswafoto di rumah pohon dan taman bunga yang instagramable, sementara orang tua bisa bersantai di saung bambu sembari menyeruput minuman tradisional. Ada pula panggung karaoke dan area pertunjukan musik yang kerap diisi oleh komunitas lokal.
Menariknya, area ini juga sering dijadikan tempat makan siang favorit oleh keluarga. Kehadiran warung-warung kecil dengan menu lokal seperti pecel, nasi jagung, sate, mie rebus, hingga camilan seperti tahu goreng, cilok, dan es dawet cendol, menjadikan WTB bukan hanya sebagai ruang rekreasi, tapi juga kuliner. Menu yang beragam, harganya terjangkau, dan suasananya yang adem membuat keluarga betah berlama-lama.
Masyarakat sekitar pun diuntungkan. Sejak WTB berdiri, perekonomian warga pelan-pelan menggeliat. Banyak di antara mereka kini menjadi pedagang, pengelola wahana, hingga pemandu lokal. Konsep wisata ini tidak hanya mengandalkan pemandangan, tetapi menciptakan ekosistem yang berkelanjutan baik bagi lingkungan maupun sosial.
Wisata Tani Betet membuktikan bahwa destinasi wisata tidak harus dibangun dengan dana besar atau konsep asing. Cukup dengan kemauan untuk merawat potensi lokal, dan semangat bersama untuk memperbaiki, sebuah desa kecil pun bisa menjadi magnet wisata yang tak kalah dengan luar negeri. Sungai kecil yang dulunya mati, kini menjadi alur kehidupan baru yang membawa tawa, belajar, dan kebanggaan. Sebuah bukti bahwa ketika desa bersatu, perubahan bisa mengalir deras. (Fauza)
Menjelajah Sungai ala Kanal Eropa di Nganjuk: Wisata Tani Betet Tawarkan Pesona Desa yang Hidup Kembali
