AswajaNews – Ada sebuah pantai di selatan Jawa Timur, di mana lautan membentang luas dan sebuah pura berdiri anggun di atas batu karang, terhubung oleh jembatan yang tampak seolah menuntun langkah menuju langit.
Di selatan Kabupaten Malang, tersembunyi sebuah permata alam yang memadukan keindahan laut dengan nuansa spiritual yang khas. Terletak di Jl. Balekambang, Surigondo, Srigonco, Kec. Bantur, Kab. Malang, pantai ini bukan hanya sekadar destinasi wisata, tetapi juga tempat yang menyimpan ketenangan dan kekayaan budaya.
Di sinilah para pengunjung bisa merasakan atmosfer yang berbeda dari pantai-pantai pada umumnya. Lebih dari sekadar pasir dan ombak, ada daya tarik yang begitu unik dan melekat dalam ingatan.
Pantai ini terkenal dengan garis pantainya yang panjang, hamparan pasir putih yang bersih, dan laut yang jernih dengan gradasi warna biru kehijauan yang memanjakan mata. Tak sulit jatuh cinta pada pandangan pertama angin sepoi-sepoi, suara debur ombak yang ritmis, dan panorama lepas pantai yang tampak tenang namun memikat.
Salah satu ciri khas yang membuat tempat ini begitu istimewa adalah keberadaan sebuah pura megah bernama Pura Amerta Jati, yang berdiri anggun di atas Pulau Ismoyo, sebuah pulau kecil di tengah laut yang masih terhubung langsung ke daratan lewat jembatan panjang yang membentang indah di atas air. Kehadiran pura ini membuat banyak orang menyebutnya sebagai Tanah Lot-nya Jawa Timur, bukan tanpa alasan.
Pura Amerta Jati bukan sekadar hiasan estetika, namun juga masih aktif digunakan sebagai tempat peribadatan umat Hindu, terutama pada hari-hari besar keagamaan seperti Nyepi dan Galungan. Saat itu, suasana pantai berubah menjadi khidmat, dipenuhi umat yang membawa persembahan, sembari angin laut menyapu pelan langkah-langkah mereka di atas jembatan batu yang menghubungkan daratan ke pulau karang.
Momen-momen semacam ini menjadi bukti hidup bahwa pantai ini tak hanya menyajikan pemandangan, tapi juga menyuguhkan pengalaman budaya dan spiritual yang nyata.
Saat matahari mulai condong ke barat, tempat ini menyajikan satu lagi pesonanya yang tak kalah menggugah, sunset yang menakjubkan. Sinar keemasan yang perlahan tenggelam di balik garis cakrawala memantul di permukaan laut dan siluet jembatan menuju pura, menciptakan pemandangan yang dramatis dan sering diburu para pecinta fotografi.
Tak sedikit pengunjung yang datang hanya untuk menikmati momen senja ini, entah dengan kamera di tangan, atau cukup duduk bersila di atas pasir sambil menyeduh kopi dari warung sekitar.
Meski terkenal dan ramai dikunjungi, pantai ini tetap terjaga kebersihannya. Penataan area wisata cukup baik, mulai dari tempat parkir, kamar mandi umum, hingga deretan kios makanan yang menawarkan menu sederhana namun mengenyangkan seperti mie instan, kelapa muda, jagung bakar, hingga ikan bakar segar. Harga tiket masuk pun cukup terjangkau, yakni Rp20.000 per orang, menjadikannya destinasi yang ramah di kantong namun kaya akan pengalaman.
Akses menuju pantai ini juga tidak terlalu sulit. Dari pusat kota Malang, perjalanan bisa ditempuh sekitar dua hingga dua setengah jam dengan kendaraan pribadi. Jalanan yang dilalui cukup menantang dengan kelokan dan tanjakan, namun semuanya terbayar lunas saat hamparan laut selatan mulai terlihat dari kejauhan.
Balekambang juga menjadi titik strategis untuk menjelajahi pantai-pantai lain di sekitarnya. Tak jauh dari lokasi ini, terdapat Pantai Ngliyep, Pantai Goa Cina, dan Pantai Bajulmati yang juga menyuguhkan karakteristik alam yang menawan. Namun tetap, daya tarik utama Balekambang terletak pada harmoni antara keindahan alam, warisan budaya, dan rasa tenang yang tak bisa ditemukan di tempat lain.
Dengan segala kekayaan visual, atmosfer, dan nilai spiritual yang dimiliki, pantai ini bukan hanya destinasi pelarian akhir pekan, tapi juga tempat untuk merefleksikan diri dan merayakan indahnya kebersamaan manusia dengan alam. Setiap langkah di atas pasirnya, setiap embusan angin dari laut, hingga tiap detik senja yang meredup di balik pura semuanya seperti menyampaikan pesan bahwa keindahan sejati tak selalu harus dicari jauh, terkadang cukup menepi di sisi selatan Jawa Timur.*** (Fauza)