AswajaNews – Sudah menjadi pandangan dan dirasakan masyarakat secara umum, awal sampai pertengahan Oktober kondisi cuaca di Ponorogo dan sekitarnya menjadi hari-hari paling panas.
Kondisi ini disebabkan oleh lintasan gerak semu matahari yang mendekati koordinat lintang Ponorogo, yang puncaknya biasa disebut oleh orang Jawa dengan istilah “tumbuk”
Istilah “tumbuk” adalah menggambarkan sebuah peristiwa astronomi, di mana matahari mengalami puncak kulminasi (tepat di atas kepala).
“Puncak kulminasi ini menyebabkan semua benda yang tegak tidak akan mengeluarkan bayangan sama sekali, sehingga saat tersebut biasa disebut dengan hari tanpa bayangan,” ungkap Ustadz Ahmad Junaidi, Pakar Ilmu Falak Al Islam Joresan.
Disampaikan ahli Falak Balai Rukyat Ibnu Syatir PP Al Islam ini, peristiwa “tumbuk” terjadi ketika posisi matahari saat kulminasi/zawal yang diukur dari ekuator sama dengan nilai lintang tempat.
Peristiwa ini terjadi karena pergerakan harian bumi dalam perjalanan revolusinya yang menyebabkan pergeseran semu matahari dari utara ke selatan dan sebaliknya. Nilai pergeseran semu matahari ke selatan atau ke utara ini berjarak kurang lebih 0,9856 derajat perhari, dengan jarak tempuh maksimal sejauh 23,5 derajat di utara katulistiwa dan 23,5 derajat di selatan katulistiwa.
Sehingga, wilayah yang mengalami “tumbuk” hanyalah wilayah yang memiliki nilai lintang lebih kecil atau sama dengan 23,5 derajat, baik untuk lintang positif (+) (untuk wilayah utara katulistiwa) maupun lintang negatif (-) (untuk wilayah selatan katulistiwa).
Ditambahkan, nilai pergeseran semu matahari yang diukur dari ekuator akibat perjalanan revolusinya mengelilingi matahari ini disebut Deklinasi. Dengan bahasa sederhana bisa dikatakan, waktu tumbuk Ponorogo terjadi ketika nilai Deklinasi matahari saat kulminasi sama dengan nilai Lintang Ponorogo, (antara -7 derajat 48 menit sampai -8 derajat 10 menit).
Bila diukur dari Pondok Pesantren Al-Islam Joresan, maka waktu tumbuk adalah ketika posisi matahari saat kulminasi sama dengan atau paling mendekati nilai -7o 55’ 52” (sesuai nilai lintang PP. Al-Islam).
Banyak orang Jawa yang mengatakan waktu “tumbuk” terjadi pada tanggal 10 Oktober, namun tanggal tersebut sesungguhnya saat matahari mulai melintas di atas pulau Jawa. Sedangkan saat “tumbuk” yang sebenarnya di masing-masing daerah berbeda-beda sesuai dengan nilai Lintang dari daerah tersebut.
Dengan mengacu pada data astronomi kontemporer dapat diketahui bahwa nilai deklinasi matahari saat kulminasi yang paling mendekati nilai lintang Ponorogo adalah antara tanggal 13 dan 14 Oktober. Untuk kasus tahun 2024 ini, saat “tumbuk” untuk Ponorogo dan sekitarnya terjadi akan pada hari Ahad Pon, 13 Oktober 2024.
Waktu “tmbuk” Ponorogo sekaligus menjadi penanda masuknya musim hujan. Untuk tahun ini, tanda itu bahkan sudah bisa terlihat sejak Rabu Pahing, 2 Oktober 2024, di mana sebagian wilayah Ponorogo dan sekitarnya sudah mulai turun hujan ringan.
Sama halnya dengan Qibla Day di Mekah pada tanggal 28 Mei dan tanggal 16 Juli jam 12 waktu setempat, waktu “tumbuk” Ponorogo juga akan menjadi penunjuk arah wilayah Ponorogo dari seluruh penjuru dunia yang masih mengalami waktu siang. Pada saat tumbuk tersebut semua bayangan benda tegak yang berada di seluruh penjuru dunia yang masih mengalami siang hari akan menuju ke arah Ponorogo.
Secara hisab dengan pedoman tempat Pondok Pesantren Al-Islam Joresan, waktu “tumbuk” akan diketahui sebagai berikut:
Dari hasil perhitungan di atas, bisa diketahui bahwa saat “tumbuk” untuk daerah Ponorogo dan sekitarnya adalah tanggal hari Ahad Pon, 13 Oktober 2024, pukul 11:19:49 WIB.
Ilmu Falak/Astronomi yang hakekatnya sebagai Observational Science, menuntut pengalaman untuk selalu melakukan observasi terhadap fenomena dan benda langit yang menjadi parameter perhitungan astronomis. Hal ini berguna untuk meneliti dan mengukur akurasi hasil perhitungan yang kita lakukan.
“Untuk membuktikan fenomena “tumbuk” ini kita bisa melakukan eksperimen sederhana menggunakan sebuah Gnomon atau benda apapun yang bisa berdiri tegak lurus, lebih panjang lebih akurat. Dengan teknik sederhana ini dapat diamati apakah pada pukul 11:19 – 11:20 WIB, matahari sama sekali tidak mengeluarkan bayangan dari tongkat Gnomon tersebut?Selamat mengamati waktu “tumbuk” Ponorogo dan selamat datang di musim hujan,” pungkas Ustadz Ahmad Junaidi*** (IIM)
Matur nuwun artikelnya