Aswaja News – Lembaga dana moneter internasional atau IMF pernah memperkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh stabil di angka 5% pada 2023 dan 2024 pada Oktober 2023 lalu.
IMF memprediksi bahwa ekonomi RI dinilai jauh lebih baik dibanding proyeksi global yang berada di angka 3% pada 2023 dan 2,9% tahun depan.
Bahkan, tingkat inflasi Indonesia diprediksi mencapai 3,6 % pada akhir 2023 dan landai pada angka 2,3 % di tahun 2024.
Sementara itu, BPS RI mencatat, pertumbuhan ekonomi pada kuartal I tahun 2024 tumbuh 5,11 % dibandingkan kuartal IV tahun 2023 sebesar 5,04% year-on-year.
Pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan yang tertinggi pada kuartal I selama kurun waktu 2019-2024.
Eko Listiyanto, Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) memperkirakan peluang pertumbuhan ekonomi RI semakin membaik jika dikaitkan dengan geopolitik global yang diprediksi mereda.
“Faktor Amerika Serikat yang memengaruhi dinamika ekonomi global. Tingkat bunga acuannya bisa dikatakan sudah mencapai limitnya. Tidak agresif lagi. Kita tinggal menunggu kapan turunnya. Ini memberikan harapan bagi ekonomi kita,” katanya dalam podcast Bank Indonesia.
Namun, Chatib Basri mengingatkan adanya ketidakpastian global. Terdapat 4 sentimen yang harus diantisipasi salah satunya prospek pemangkasan suku bunga The Fed di Q3-2024.
“Dampaknya pada volatilitas di pasar obligasi AS. Selain itu, pelemahan ekonomi juga berimbas ke ekonomi RI,” katanya dalam Seminar Nasional Outlook Perekonomian Indonesia 2024.
Ekonom senior tersebut turut menjelaskan dampak El Nino hingga perang Hamas-Israel terhadap harga minyak mentah dunia perlu diwaspadai Indonesia.
Lebih lanjut, defisit Amerika yang mencapai 9% perlu diantisipasi. Hal ini karena jika probabilitas resesi Amerika menurun, maka dimungkinkan terjadi ekspansi.
“Artinya, permintaan terhadap supply U.S. Treasurys bill akan mengalami penurunan. Di sisi lain, supply UST bill akan naik untuk membiayai defisit 9% tadi,” jelasnya.
Menurutnya, Pemerintah Indonesia perlu mengantisipasi adanya excess supply di pasar bond US yang mengakibatkan harga bond turun dan yield naik sehingga timbul volatility bond market di USA.
Sedangkan, Eko Listiyanto menjelaskan adanya tingkat konsumsi kelas menengah yang terjaga memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
“Kelas menengah yang cukup tinggi dan mendominasi. Konsumsi itu menurut saya tumbuhnya tetap tinggi setidaknya di level 5% an. Selama konsumsi itu terus berjalan, saya masih optimis ekonomi kita baik,” katanya.