Aswaja News – Semarak Harlah Fatayat NU ke-74 ini masih senantiasa hangat dirasakan, baik oleh keluarga besar NU maupun pihak di luarnya. Pada hari bahagia “mbak Fatayat” ini, kiranya ada beberapa hal yang bisa dijadikan refleksi, tentu tujuannya adalah agar organisasi yang didirikan untuk kaum perempuan ini bisa menjadi lebih baik.
Keberadaan Fatayat NU di masa sekarang telah menjadi salah satu wadah yang cukup menggairahkan para perempuan untuk turut serta mengisi dunia. Khidmat perempuan muda NU ini sudah dinantikan oleh semesta, terutama yang berkutat pada persoalan peningkatan kapasitas keilmuan, moralitas, dan kedalaman spiritual tanpa meninggalkan esensinya sebagai sosok ibu untuk keluarga.
Lahir pada tanggal 24 April 1950, Fatayat NU kini telah berusia 74 tahun dan dirasa cukup matang untuk menjadi organisasi pijakan kaum perempuan. Dengan didirikan oleh tiga srikandi yaitu Bunda Nyai Chuzaimah Mansyur, Bunda Nyai Murthosiyah, dan Bunda Nyai Aminah, Fatayat telah mengambil peranan penting di kalangan perempuan muda. Di masa sekarang, tentu Fatayat NU mampu mengambil peranan penting khususnya pada tatanan masyarakat secara luas.
Jika sedikit menilik ke beberapa waktu ke belakang, kaum perempuan muda NU yang berkumpul sejatinya hanya diidentikkan dengan kegiatan mengaji bersama, tadarrusan di bulan Ramadhan, yasinan, arisan, dan seputar kegiatan keagamaan lainnya. Hal tersebut tentu penting untuk terus dijalankan, sebagai identitas dan jati diri organisasi perempuan muda NU ini.
Meski begitu, di usia yang cukup dewasa ini sepertinya Fatayat NU harus mampu meningkatkan interestingnya pada bidang yang lain, seperti perbaikan ekonomi, kesehatan reproduksi, advokasi hukum dan masyarakat, serta turut aktif mengikis kekerasan terhadap perempuan, tentu dengan tidak meninggalkan identitas yang melekat dalam diri seorang Fatayat.
Semua hal itu akan semakin menjadikan Fatayat sebagai ormas pemudi Islam yang bisa melakukan apa saja sehingga muaranya adalah manfaat untuk umat secara luas. Peran yang diemban oleh Fatayat tercermin dari kata berkhidmat yang sering digaungkan oleh seluruh anggota Fatayat itu sendiri. Khidmat untuk keluarga dan masyarakat.
Hingga kini, Fatayat semakin diminati. Hal itu senada dengan semakin banyaknya anggota Fatayat di setiap lapisan, seperti di Jawa Timur. Hampir di setiap kabupaten dan kota terdapat pengurus cabang Fatayat. Dan di setiap cabang terdapat belasan hingga puluhan anak cabang yang juga mendarat hingga pengurus ranting. Meskipun umumnya Fatayat hanya diisi agenda pengajian dan ritual ibadah, tetapi di zaman sekarang peran Fatayat tidak hanya sesederhana itu.
Fatayat harus terus beradaptasi dengan kebutuhan-kebutuhan kaum perempuan muda terutama di tengah peradaban zaman yang semakin maju. Pengurus harus ditempatkan sesuai dengan kapasitas dan minatnya agar mampu menjadi kader yang piawai di masa depan. Fatayat juga harus mampu mengisi organisasinya dengan program yang mampu mengedukasi sesama perempuan agar semakin maju.
Maka, di ulang tahunnya yang ke 74 ini, Fatayat harus terus berkiprah. Fatayat harus mampu menunjukkan keberadaan diri tanpa harus kehilangan jati diri. Ke depan, kaum Perempuan akan dituntut untuk memiliki kemampuan dan ketahanan diri yang luas. Ketahanan dalam bidang keilmuan agar tidak tertinggal, serta kemampuan dalam terus merawat peradaban melalui peran dan kiprahnya. Sebab, Perempuan memiliki ruang yang lebih luas daripada laki-laki untuk mendirik anak dan generasinya. Hal itu selaras dengan tema Harlah Fatayat NU ke 74 ini, yaitu ‘Menguat Bersama, Maju Bersama, untuk Perempuan Indonesia dan Peradaban Dunia’.
Demikianlah, selamat hari ulang tahun Fatayat NU. Teruslah beradaptasi tanpa kehilangan identitas keislaman dan keperempuanan. Jaya selalu untuk khidmat Fatayat untuk semesta.*** (Gandhini)