AswajaNews – Pendidikan, baik pada tataran formal maupun non-formal, secara konseptual merupakan instrumen sosial yang memungkinkan kemanusiaan dapat dioptimalkan. Dalam hal ini pendidikan menjadi sarana untuk menggali dan memberdayakan potensi sumber yang ada dalam diri manusia untuk terus berkembang secara dinamis sebagaimana kebutuhan jaman.
Hal tersebut sejalan dengan konsep pendidikan untuk terus berupaya menuju suatu format kehidupan manusia dengan kepribadian yang cerdas, unggul, kreatif, terampil, bertanggung jawab serta berakhlak mulia. Dalam konsep universal, pendidikan merupakan hak bagi semua manusia tanpa terkecuali. Keadilan dan kesetaraan adalah gagasan dasar bagi terwujudnya kemanusiaan ini.
Hal tersebut memungkinkan tercapainya tujuan dan misi utama peradaban manusia yang sejahtera, membangun keharmonisan kehidupan bermasyarakat dan bernegara, dan membangun keluarga berkualitas. Pun demikian, dalam masyarakat tidak jarang kita harus menemukan ketimpangan kelas tersebut, baik perbedaan status sosial maupun perbedaan gender.
Bias gender ini tidak hanya berlangsung dan disosialisasikan melalui proses serta sistem pembelajaran di sekolah, tetapi juga melalui pendidikan dalam lingkungan keluarga. Bias gender tersebut berdampak negatif tidak hanya bagi perempuan melainkan juga bagi laki-laki.
Hal ini merupakan penegasan betapa pentingnya pendidikan untuk mengubah pola tradisional menjadi pola modern, yang tidak lain adalah jalan tercapainya hak pendidikan bagi semua, setara dan humanis. Sehingga knowledge is power dan knowledge-based society dapat dinikmati oleh semua status sosial tanpa perbedaan status.
Sehingga pendidikan yang tidak diskriminatif dapat bermanfaat bagi semua dengan maksud mampu membawa kesejahteraan, pemberdayaan ekonomi dan sosial. Semua itu dilandasi atas dasar saling menghormati, saling menghargai, saling membantu, saling mengisi dan sebagainya dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.*** (Samsul Hadi)