AswajaNews- Permainan capit boneka dalam beberapa tahun terakhir menjamur di depan toko-toko sekitaran Ponorogo.
Permainan ini menawarkan hadiah boneka bagi yang memainkanya dengan memasukan sejumlah koin yang sebelumnya sudah dibeli, konsep ini bisa ditemui dalam beberapa permainan lainya.
Namun, sempat ramai perdebatan mengenai hukum dalam permainan capit boneka ini.
Lembaga Bahtsul Masail (LBM) NU merespon hal tersebut dengan menggelar kajian mendalam terkait permainan ini dan menghasilkan status haram permainan ini.
Status haram ini merupakan ikhtiar NU melalui LBM NU dalama menjaga nilai keislaman.
Lalu apa sajakah alasan-alasan yang dijadikan dasar dalam pemutusan status haram permainan capit boneka?
1. Mengandung unsur Judi
Permainan ini menyertakan unsur judi dalam cara bermainya yang dibuktikan dengan tidak semua yang bermain mendapatkan boneka yang ada didalamnya. Intinya, para pemain “untung-untungan” dalam mendapat hadiah boneka.
2. Menerapkan unsur “Untung-untungan”
Tata cara permainan ini hampir mirip dengan permainan dadu yang mengadu nasib pemainya dengan sebuah capit, persis seperti konsep permainan dadu yang telah diharamkan sebelumnya.
3. Cacat secara hukum akad Ijarah
dilansir dari Nuonline.or.id, permainan ini cacat secara hukum ijarah (sewa-menyewa), pasalnya Uang yang ditukarkan koin untuk dapat mengaktifkan capit boneka tidak dapat disebut sebagai kompensasi logis atas manfaat fasilitas permainan yang didapat si A, sebab spirit si A adalah untuk mendapatkan boneka. Ini dapat diuji, semisal dengan klausul sejak awal siapa yang bermain tidak akan mendapatkan boneka. Dapat dipastikan si A tidak akan bermain. Atau dibalik, siapa yang bermain pasti akan mendapatkan boneka. Dapat dipastikan ini tidak akan disepakati oleh si B. (mus)