Aswaja Suasana Hari Santri Nasional 2023 masih tetap terasa. Terlihat Pimpinan Cabang PERGUNU PCNU Ponorogo memanfaatkan moment Hari Santri tahun ini dengan menggelar Ngaji bareng yang diikuti seluruh pengurus pergunu Ponorogo.
Sesuai tupoksinya sebagai organisasi Guru, Pergunu Ponorogo mencoba membedah regulasi pemerintah tentang kurikulum Pendidikan di Indonesia yang saat ini gencar didengungkan yaitu Kurikulum Merdeka.
Di Aula MA Putri Ma’arif Ponorogo, Kamis 26 Oktober 2023 digelar ngaji bareng (sarasehan ala santri) untuk membedah Kurikulum Merdeka dalam perspektif Kitab Ta’limu al Muta’allim. Kitab yang dijadikan rujukan dunia pendidikan dan pesantren dalam mengembangkan pendidikan.
Kitab yang dikarang sejak abad ke 8 ini sampai saat ini masih sangat relevan untuk pijakan dalam dunia pendidikan di Indonesia dikorelasikan IKM dengan tuntas oleh Gus Dr. M. Asvin Abdurrahman, M.Pd.I. sebagai narasumber kegiatan tersebut.
Doktor muda ini memaparkan, pembiasan relegius yang diterapkan di Kurikulum Merdeka sebenarnya sudah ada di halaman akhir kitab Ta’lim. Sekaligus adab seorang Guru yang memberlakukan siswa sesuai perbedaannya juga ada. Sehingga seorang guru harus menghargai kemampuan siswa, bukan dengan sekedar angka dan rangking saja.
“Praktik IKM sangat relevan dengan kondisi madrasah. Secara historis praktik kurikulum merdeka itu sudah ada di pesantren yang menginspirasi pembelajaran di madrasah dan sekolah. IKM yang berpusat pada kekuatan figur guru dan berpijak pada pembelajaran berdiferensiasi telah dipraktikkan pesantren melalui pola pembelajaran “sorogan” (individual learning process) dan “bandhongan” (collective learning process),” tutur Gus Asvin.
“Keteladanan oleh guru sangat diperlukan, kemampuan memahami secara tepat talenta dan karakteristik masing-masing siswa. Karena setiap siswa mengalami perkembangan pembelajaran yang berbeda-beda, metode belajar ngaji “sorogan” (individual learning process),” tambahnya.
Selain itu, penanaman adab sopan santun atau karakter juga sudah ditulis dalam kitab klasik tersebut. Sehingga kalau saat ini diterapkan taaluq/ keterkaitan guru dengan murid terbangun dengan sopan santun maka keberkahan ilmu akan terwujud. Bukan sekedar kecerdasan intelektual tapi juga karakter diperlukan.
Di akhir paparannya, Gus Asvin menyampaikan penelitiannya, bahwa anak yang sukses itu belum tentu karena pintar saja, tapi kecerdasan sosial juga sangat mendukung. Sehingga dalam IKM ditanamkan musyawarah, gotong royong dan lain lain. (IIM)