Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar
Bicara politik, sepertinya berputar-putar di situ saja. Sibuk cawapres saja. Koalisi diisukan malar bubar, tak bubar-bubar juga. Gitu-gitu saja. Kali ini nak cerita soal perang Rusia vs Ukraina. Lama tak membahas ini. Kangen juga.
Peristiwa tewasnya pemimpin kelompok tentara bayaran Wagner, Yevgeny Prigozhin, memang hangat. Barat menuduh Presiden Rusia, Vladimir Putin di balik aksi jatuhnya pesawat bos Wagner itu. Sementara Putin berkelit. Pihaknya sedang menyelidiki kasus kematian itu. “Jangan sembarangan nuduh, Bos!”
Banyak analisis di balik kemarian Prigozhin ini. Bisa saja Barat menyebabkan kematiannya, ingin mengadu domba tentara Rusia. Bisa juga, Putin ingin tentara Wagner tunduk padanya. Sebab, tentara Wargner hanya tunduk pada almarhun Prigozhin. Wagner ini bukan tentara kaleng-kaleng. Terkenal pantang mundur, rela mati demi sebuah tujuan. Jatuhnya Kota Bakhmut ke tangan Rusia, tak lepas andil pejuang Wagner ini. NATO paling takut bila Wagner beraksi lagi. Saat ini posisinya di Negara Belarusia. Hal paling ditakutkan NATO, komando Wagner diambil alih Putin.
Perang dua bersaudara ini masih berkecamuk. Serangan balik Ukraina didukung NATO gagal total. Rusia malah memamerkan berbagai alat perang kiriman NATO yang berhasil di sita di medan laga.
Kota-kota yang direbut Rusia kembali didandani. Sebagai contoh Kota Mariopol, semakin cantik semenjak dibangun ulang Rusia. Padahal saat perang kota itu hancur lebur.
Ukraina masih belum mau menyerah. Sementara banyak tentaranya tak mau ke medan perang. Mereka tak mau jadi umpan peluru. Rusia hanya minta Ukraina mengakui daerah yang dianeksasi menjadi milik Rusia. Kemudian, jangan jadi anggota NATO. Itu saja. Tapi. Ukraina masih merasa yakin bisa mengusir Rusia. Sementara Rusia justru banyak untung secara ekonomi. Pendapatan negaranya justru meningkat tajam. Anehkan, perang kok untung, hehehe.
Ntah sampai kapan perang berakhir. Kadang kita sedih juga. Sebab imbasnya bukan hanya dua negara itu, melainkan dunia.
Indonesia lewat Presiden Jokowi sudah berusaha mendamaikan. Turki juga sudah. China juga sudah. Apalagi PBB sudah dan tak bisa berbuat banyak. Keduanya masih belum mau damai. Amerika bukannya mendamaikan, malah terus disuruh perang agar alat perangnya bisa laku. Ia tak peduli ribuan nyawa melayang, sing penting untung. Eropa ngikut apa kata mamarika, tak peduli penderitaan rakyatnya yang dihantam inflasi tinggi. Akhirnya, dunia sedang tidak baik-baik saja.
Kita memang tak menginginkan perang. Tapi, ada pihak malah suka perang. Sebab, di balik perang itu ada bisnis besar yang bisa bikin kaya raya. Urusan korban jiwa, tak penting. Untung besarnya yang penting.
Peradaban manusia memang tak luput dari perang. Sampai kiamat pun perang selalu ada. Jangan-jangan nanti kiamat tiba akibat perang juga. Mau dimaklumi, tak nyaman juga. Faktanya perang selalu ada. Di negara kita saja masih ada perang, TNI vs KKB di Papua.
Fitrah manusia sebenarnya ingin selalu damai. Tidak mau perang atau bersengketa. Fitrah manusia juga ingin selalu menang sendiri, ingin berkuasa, tak mau dikalahkan. Di sinilah pentingnya sifat sabar, mengedepan dialog. Sesuatu bisa diselesaikan secara baik-baik atau win win solution. Tetap pegang teguh bahwa damai itu indah wak.camanewak