Oleh: Rosadi Jamani (Akademisi UNU Kalimantan Barat)
Ketika bencana datang, tidak lagi memandang negara maju atau miskin. Bisa menyapu negara super power, bisa juga meluluhlantakkan negara lemah. Amerika Serikat, negara super power, polisi dunia tengah berduka. Negara bagian Hawaii dihantam kebakaran hebat. Lebih tepatnya di Kota Lahaina, Pulau Maui di Hawaii. Kebakaran dipicu oleh angin kencang yang berasal dari Badai Dora.Dikutip dari ABC News, Kami (10/8/2023), Bencana itu terjadi pada Rabu (9/8) malam. Akibatnya, enam orang tewas, puluhan luka-luka, dan 271 bangunan rusak hingga hancur. Ribuan turis dievakuasi. Kalau lihat foto dan videonya, sungguh mengerikan. Ini bencana kombinasi antara kebakaran hutan dan badai topan. Lain lagi dengan China, negara besar dan maju, juga tak berdaya ketika banjir bandang menghantam Kota Beijing China Kamis (10/8) malam. Sudah menewaskan lima warga desa yang sedang menggembalakan domba, serta menyapu kendaraan mereka ke sungai yang meninggi dengan cepat. Kalau lihat foto dan videonya betapa mengerikan. Yang namanya mobil macam mobil mainan hanyut di sungai. Bencana menimpa dua negara besar. Demi rasa kemanusiaan, saya ikut berduka cita. Semoga tidak bertambah korban jiwa, tidak lagi terkena musibah, dan segera pulih. Tapi, dua negara itukan negara kafir, Bang? Hus, ente ni mudah benar nyebut kafir. Amerika memang didominasi kaum kapitalis. Sementara China, komunis. Keduanya tidak menjadikan agama sebagai panduan bernegara. Agama hanya urusan pribadi di sana. Lho mau beragama atau tidak, sama-sama dijamin hidup. Ketika negaranya terkena bencana, mereka akan kaji, kenapa bisa terjadi. Seluruh ilmuwan kebencanaan pasti dikumpulkan. Lalu, dicari upaya penanganan agar tak terjadi lagi. Biasanya begitu. Kalau di Jepang, setiap bencana terjadi akan melahirkan ilmu dan teknologi. Contoh, kalau belajar soal tsunami dan gempa bumi, pakarnya Jepang. Teknologinya juga ada untuk mendeteksi bencana itu. Begitu umumnya negara besar menyikapi sebuah bencana. Terus, kalau negara yang menjadikan agama sebagai panduan, gimanalah, Bang? Sebenarnya sama sih. Ada upaya untuk mencegah atau deteksi dini. Cuma, lebih besar menyerahkan pada Tuhan. Padahal, upaya atau usaha harus lebih besar ketimbang berdoa itu. Kadang, solusinya cuma berdoa saja. “Ya, Tuhan, tolong jangan kirim lagi bencana.” Hanya berdoa saja. Ketika bencana reda, udah selesai, tanpa ada upaya mencegah terjadi lagi. Kalau bencana datang lagi, ya berdoa lagi. Terus begitu. Apa yang harus dilakukan untuk negeri kita, Bang? Bencana yang sering terjadi, asap dari kebakaran lahan dan hutan. Bila musim kemarau, bisa dipastikan bencana itu datang. Kenapa bencana itu sering datang? Apakah tidak ada upaya mencegahnya? Dibilang tidak ada, nyatanya ada. Dibilang ada, bencana itu selalu datang. Pasti sudah tahu penyebab, bahkan solusinya, tapi tetap terjadi. Saya juga bingung, di mana letak masalahnya. Kalau saya jawab, tidak maksimal upaya yang ada. Dukungan dana kurang. Itu kira-kira jawaban saya. Selebihnya, berdoanya tidak tulus. Berdoa jalan terus, tapi upaya mencegahnya sedikit. Yang suka bakar lahan juga suka berdoa agar lahannya subur, agar cepat land clearing. Dia tak tahu, ulahnya bisa jadi bencana. Sangat kompleks jadinya. Bencana yang sudah tahu sebab dan solusinya, selalu saja terjadi. Entah sampai kapan bencana asap hilang selamanya. #camanewak