Oleh: Rosadi Jamani (Ketua Satupena Kalbar)
Lagi ada eksekusi rumah oleh Pengadilan Negeri (PN). Ada satuan polisi yang mengamankan. Awalnya berjalan lancar. Tiba-tiba datang seorang pria berkaca mata, kemeja putih. Ia mendekati komandan polisi, menanyakan eksekusi itu. Si polisi tiba-tiba naik darah.
“Ini sudah putusan pengadilan. Seharusnya Bapak mendukung pemerintah. Kenapa menghalangi pemerintah,” bentak polisi dengan dua melati di pundak ini.
“Saya tak menghalangi,” jawab pria yang lebih tua dari polisi itu.
“Aaa…kenapa Bapak ke sini, memprovokasi warga, tidak boleh begitu. Tolong hargai orang PN. Kami hanya mengamankan. Kenapa selama ini sidang kemana aja,” kata polisi dengan nada makin tinggi.
“Saya kan ngak tahu!,” jawab pria itu.
“Udah…terus..terus..!” perintah polisi itu pada pekerja eksekusi yang tak lagi menghiraukan pria di sampingnya.
Itu bukan sinetron wak. Adegan benaran. Tahu siapa polisi yang membentak? Siapa yang dibentak? Polisi itu Kabag Ops Polrestabes Surabaya AKBP Toni Kasmiri. Pria berkaca mata itu, Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji. Polisi vs wakil walikota. Kalau saya dibentak perwira itu, udah ngacir duluan. Yang dibentak orang nomor dua di Surabaya coi. Siapa yang salah?
Macam lagu di video Tiktok, “Entah siapa yang salah….?” Ya…siapa lah yang salah? Polisi hanya mengamankan atas perintah pemerintah PN, dan PN itu bagian dari pemerintah. Sementara Wakil Walikota orang pemerintah. Bahkan, bisa memerintah. Sama-sama pemerintah. Selama ini yang namanya pemerintah tidak pernah salah. Karena, pemerintah menjalankan aturan pemerintah. Mirip bahasa si anok ya. Anok hanya jalankan diperintah Anok. Lalu, Anok melarang si anok. Pusing cin. Biasanya ada di ujungnya, “Inilah negeri konoha atau wakanda” Hehehe…
Analisis saya ni. Benar, polisi hanya mengamankan jalannya eksekusi. Pelaku eksekusi PN. Sudah benar ini. Kalau tak ada polisi, susah juga nanti bila ada tak terima lalu ngamuk pada pekerja eksekusi. Polisilah yang mengamankan agar jalannya eksekusi lancar. Masalahnya, kenapa ada Pak Wawalkot ke situ. Bagian ini bisa banyak muncul pertanyaan? Kok Wawalkot ke lokasi, apakah backing, apakah ada kepentingan, atau belum dapat, apakah karena tak enak dengan pendukungnya? Bisa macam-macam pertanyaan.
Bahasa Humas biasanya begini, “Hanya terjadi miskomunikasi saja.” Selesai. Masalah komunikasi biasanya selalu jadi alasan untuk meluruskan ketika antarpemerintah bertengkar di ruang publik. Akhirnya, tidak ada yang salah. Wong pemerintah sama-sama pemerintah. Yang sering salah rakyat kecil. Kasihan ya. Padahal saya pun rakyat kecil, nasib. Tapi, orang yang salah itu orang yang ada di dalam Lapas. Nah, ini lain lagi. Udah, gitu ajalah wak. Hidup memang untuk dinikmati dengan keasyikan. Ngopi. #camanewak