Aswaja News – Salah satu event yang paling ditunggu masyarakat Ponorogo pada peringatan Grebeg Suro adalah pameran pusaka. Acara ini menjadi magnet tersendiri dalam rangkaian setiap Grebeg Suro setiap tahunnya.
Kegiatan pameran pusaka diisi dengan penampilan berbagai macam pusaka warisan leluhur dalam dua kategori, yaitu pusaka lawasan dan pusaka kamardikan. Pusaka lawasan adalah pusaka kuno dari jaman sebelum kemerdekaan yang masih terkoneksi secara bagus hingga sekarang. Sedangkan pusaka dengan estimasi kamardikan adalah pusaka yang dibuat setelah masa kemerdekaan.
Dalam kesempatan Jum’at Sore (14/07) Kang Giri berkunjung ke stand pameran dengan beberapa temannya. Beliau juga penggemar pusaka dan sekaligus pemilik puluhan koleksi pusaka keris estimasi kamardikan yang ikut dipamerkan. Beliau mengatakan ‘Pusaka adalah warisan leluhur yang harus dilestarikan sampai kapanpun karena merupakan salah satu ciri khas budaya bangsa kita” ungkapnya sambil memegang salah satu pusaka yang ada.
Pernyataan Kang Giri diperkuat dengan selebaran yang disediakan oleh panitia sebagai penjelasan singkat pentingnya melestarikan pusaka. Dalam selebaran tersebut dijelaskan bahwa mitologisasi pusaka berhubungan dengan mistis dan kemusyrikan merupakan isu yang dihembuskan agar budaya kita tercerabut dari akarnya. Dengan begitu identitas asli kita akan semakin hilang diganti dengan identitas lainnya. Pameran pusaka ini salah satu cara untuk membentengi dari serangan tersebut.
Jika kita cermati, para Wali Songo pada masanya semuanya memiliki pusaka misalnya keris, tombak dan lainnya. Dua pusaka ini paling lazim dan populer. Sehingga sebenarnya tidak ada benturan antara ajaran Islam dan kepemilikan pusaka. Jika aqidah sudah kuat tidak perlu dirisaukan lagi.
Perlu diketahui dalam pameran tersebut dipajang berbagai macam jenis keris, dari yang jenis Luk sampai Lurus. Jenis Luk ada dapur Naga, Liman dan seterusnya dengan berbagai pamor diantaranya pamor udan emas, junjung drajad, mbanyu mili, wahyu tumurun dan sebagainya. Sedangkan yang jenis Lurus didominasi dapur Tilam, ada Tilam Sari dan Tilam Upih dengan berbagai pamornya.
Selain keris juga dipamerkan beberapa tombak lawasan berjenis Luk dan lurus juga. Selain itu yang paling menjadi perhatian pengunjung adalah ikut dipamerkannya beberapa Barongan (kepala reog) lawas dari masa sebelum kemerdekaan, paling tua buatan tahun 1921 dan topeng Pujangganong lawas juga.
Pengunjung sangat terkejut melihat perbedaan model barongan dari masa ke masa. Bahkan ada satu barongan yang masih lengkap dengan dadak meraknya yang sudah lapuk. Tetapi justru dengan keadaan seperti ini menambah ketakjuban para pengunjung. Mereka dapat mengenal reog kebanggaan masyarakat Ponorogo ini dalam lintas sejarahnya sebagai edukasi agar semakin lestari.
Mengenal sejarah dapat meningkatkan rasa cinta terhadap warisan leluhur yang Adi luhung. Dalam kaidah fiqh populer dikalangan kaum nahdhiyin disebutkan ‘al muhafadhotu ‘ala qodim al Sholih wa al ahdhu bi al jadid al ashlah (mempertahankan hal lama yang baik dan mengambil hal baru yang lebih bagus). Reog dan pusaka dengan demikian perlu dipertahankan sampai kapanpun.(ags)