Agama vs Humanity

Oleh: Rosadi Jamani (Dosen UNU Kalbar)

Lagi ramai ni soal kelompok Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender (LGBT) mau gelar acara di Jakarta. Nama acaranya ASEAN Queer Advocacy Week (AAW). Baru rencana saja sudah ditolak keras oleh ormas Islam. Melihat gejala penolakan itu, panitia memutuskan batal di Jakarta dan akan merelokasi ke tempat lain. Sampai saat ini belum ada kepastian soal tempat lain itu.

Kenapa kelompok Islam paling keras menolak LGBT? Karena haram. Agama Islam mengharamkan praktik LGBT. Titik, tak ada ampunnya. Dalilnya banyak. Kalau tak percaya, tanya saja ustaz yang ada di dekat Anda sekarang. Jawabannya pasti haram, dilarang. Paling ekstrem dihancurkan, jangan sampai tersisa. Begitu maunya. Itu sebabnya, di negara mayoritas Muslim, LGBT pasti dilarang. Termasuk Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia sempat heboh gara-gara melarang LGBT. Sebelumnya Brunei Darussalam juga sempat viral gara-gara mensahkan undang-undang anti LGBT. Dalil agamanya jelas, haram. Wajib dilarang, dicegah, dan tidak diberi peluang berkembang. Itu versi Islam.

Agama lain kadang tidak berdaya menghadapi LGBT. Melarang, tapi tidak berdaya dan tunduk pada tekanan kaum LGBT. Sebagai contoh, ada pasangan gay menikah di gereja. Disahkan oleh pendeta. Padahal agama ini melarang LGBT. Negara berpenduduk Hindu, India sudah membolehkan nikah sesama jenis.

Jadi, kalau dilihat dari agama, hanya Islam yang masih konsisten melawan LGBT. Sementara agama lain, sepertinya belum se-konsisten Islam. Walaupun konsisten melawan, justru banyak juga orang Islam menjadi LGBT. Data memperlihatkan penganut LGBT itu terbanyak di Provinsi Jawa Barat 302 ribu orang. Jabar ini bisa dikatakan ibukotanya kaum LGBT di nusantara. Disusul Jatim 300 ribu, Jateng 218 ribu, DKI Jakarta 43 ribu, dan yang kelima Sumatera Barat 18 ribu. Selebihnya terbilang kecil, termasuk provinsi saya, Kalbar. Tapi, setiap provinsi pasti ada kelompok LGBT.

Itu di negeri kita yang mayoritas Islam, agamanya melarang, namun tetap saja ada LGBT. Apalagi di negara Eropa dan Amerika Serikat, LGBT malah legal. Kawin sesama jenis boleh dan sah. Kelompok ini bukannya mengecil, malah bertambah besar. Bahkan, memiliki power politic yang kuat. Negara yang belum mengakui LGBT akan terus dirongrong supaya mensahkan UU LGBT.

Humanity atau kemanusiaan menjadi dalil utama kaum LGBT. Suka sesama jenis itu kodrati. Dari dalam hatinya kenapa suka sesama jenis. Mau dipaksa cinta dengan lawan jenis, tak bisa. Walaupun sudah nikah dengan lawan jenis, banyak selingkuh dengan sama jenisnya. Cinta memang buta di sini. Begitu juga dengan laki-laki mau jadi perempuan. Sejak kecil sudah kemayu padahal batangan. Orang menyebutnya bencong (maaf). Ada juga dari kecil tomboy, sudah dewasa ingin jadi pria macho. Orang macam ini banyak di sekitar kita, apakah mau dibasmi, dihilangkan, atau dipaksa menjadi manusia normal. Kita yang merasa normal, maunya begitu. Tapi, mereka sangat berat mengubah kemauan hati dan kondratnya. Mereka tentu tak bisa diperlakukan diskriminasi, sebab mereka juga manusia. Diskriminasi saja tak boleh, apalagi mengkriminalnya. Itu sama saja melanggar HAM. Mereka juga tidak mengganggu, dan sama di mata hukum. Bila berbuat kriminal, ya ditangkap. Begitu kira-kira dalil humanity soal LGBT. Kelompok ini terus berkembang ke seluruh negara. Diam-diam mereka juga punya organisasi. Bisa saja suatu saat nanti punya partai politik. Bila sudah demikian, siapapun sulit membendung gerak laju kelompok LGBT.

Titik pointnya, hanya di negara mayoritas Muslim, LGBT mendapat perlawanan. Kecuali Turki. Walau mayoritas Muslim, negeri sekuler ini justru akomodatif dengan LGBT. Setiap awal Juni, negerinya Erdogan ini menggelar Gay Pride.

So, apakah negara mayoritas Muslim seperti Indonesia, Malaysia, Arab Saudi, Pakistan, dll mampu membendung pengaruh LGBT ini? Anda bisa menjawabnya sendiri.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *