Oleh: Yusuf Suharto (Peneliti Aswaja Center PWNU Jatim)
KH. Abdurrahman Wahid, yg biasa disapa Gus Dur, lahir di Denanyar Jombang pada 04 Sya’ban 1359 Hijriah, atau selaras dengan 07 September 1940 Masehi.
Cucu Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari (w. 1947) dan KH. Bisri Syansuri (w. 1980) ini menjadi Ketua Umum PBNU pada periode 1984-1989 (Muktamar ke-27 di Situbondo), 1989-1994 (Muktamar NU ke-28 di Yogyakarta) dan 1994-1999 (Muktamar NU ke-29 di Cipasung).
Pada umumnya para pemimpin Nahdlatul Ulama, dan para kiai pengasuh pesantren mempercepat diri untuk ikhtiar naik haji. Namun, tidak demikian dengan penghobi film dan musik ini.
Hingga tahun 1980, dalam usia matang 40 tahun, dan pada catur wulan pertama tahun tersebut, kakeknya yang beberapa kali naik haji dan bahkan berkeinginan wafat di Mekah, yaitu KH. Bisri Syansuri, masih hidup. Kiai Bisri Syansuri wafat pada Jumat, 25 April 1980.
Bahkan hingga terpilih menjadi Ketua Umum PBNU hasil Muktamar NU ke-27 di Situbondo pada 08-12 Desember 1984, Gus Dur belum naik haji, belum bergelar haji.
Kurang satu tahun kemudian, barulah pada 1985, Gus Dur beribadah haji. Itu pun konon karena kebetulan. Ceritanya, Gus Dur mendapatkan tugas dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk menjadi wakil ketua rombongan haji Indonesia.
Jadi, Gus Dur baru naik haji, setelah usia 45 tahun. Agak terlambat untuk ukuran masa itu, dan ukuran sebagai pemimpin NU.