Gatot, Jajanan Jawa Tempo Dulu: Dari Kudapan Rakyat hingga Warisan Kuliner Legendaris

AswajaNews – Kala itu, di meja kayu tua rumah-rumah Jawa, terhidang sejenis penganan yang menggoda dengan aroma khasnya. Berbahan dasar hasil bumi yang melimpah, camilan ini menjadi teman setia di kala pagi maupun senja.

Gatot naamanya, salah satu jajanan tradisional khas Jawa yang telah ada sejak zaman dahulu. Kudapan ini berasal dari daerah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, khususnya di wilayah pedesaan yang mengandalkan singkong sebagai bahan makanan pokok.

Gatot lahir dari kearifan lokal masyarakat Jawa dalam mengolah hasil bumi agar tidak terbuang sia-sia. Pada masa lalu, ketika persediaan makanan terbatas, masyarakat menyimpan singkong yang tidak langsung dikonsumsi. Seiring waktu, singkong tersebut mengalami proses fermentasi alami dan akhirnya diolah menjadi panganan lezat yang kini dikenal sebagai gatot.

Selain di Jawa Tengah dan Yogyakarta, gatot juga dikenal di beberapa daerah Jawa Timur, terutama di wilayah pesisir selatan seperti Pacitan dan Gunung Kidul, yang terkenal dengan kondisi tanahnya yang kurang subur untuk menanam padi. Di daerah-daerah ini, gatot menjadi makanan pokok pengganti nasi pada masa paceklik.

Dulu, makanan ini sering disajikan dalam berbagai acara adat, seperti kenduri, selamatan, dan upacara syukuran panen. Selain itu, gatot juga menjadi santapan harian bagi masyarakat pedesaan, baik sebagai pengganti nasi maupun camilan yang dikonsumsi dengan parutan kelapa dan gula merah.

Saat ini, meskipun tidak lagi menjadi makanan pokok, gatot masih banyak ditemukan di pasar-pasar tradisional dan dijadikan oleh-oleh khas daerah tertentu. Masih ada juga yang sengaja membuatnya di rumah untuk mengenang rasa lezat Gatot.

Pembuatan gatot memerlukan proses yang cukup panjang, tetapi hasil akhirnya sangat sepadan dengan usaha yang dilakukan. Pertama, singkong yang digunakan biasanya adalah singkong yang sudah disimpan beberapa hari agar kandungan airnya berkurang.

Singkong dikupas, dipotong-potong, lalu dijemur hingga mengalami fermentasi alami dan berubah warna menjadi kehitaman. Singkong kering yang sudah mengalami fermentasi kemudian direndam dalam air bersih selama beberapa jam untuk menghilangkan kotoran dan mengembalikan kelembutannya. Selanjutnya dikukus hingga matang dan memiliki tekstur yang kenyal.

Di tengah gempuran makanan cepat saji dan jajanan modern, eksistensi gatot sebagai kuliner tradisional perlu terus dijaga. Melalui media sosial dan festival kuliner, gatot bisa dikenalkan kepada generasi muda agar tetap dikenal dan diminati.

Di balik aroma manis yang menyeruak dan tekstur kenyal yang memikat, tersembunyi warisan kuliner yang sarat akan cerita masa lampau. Jajanan tradisional ini, dengan warna gelapnya yang khas dan rasa yang kaya, telah menjadi saksi bisu kehidupan masyarakat Jawa dari generasi ke generasi.*** (Fauza)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *