Oleh Ayik Heriansyah
Pengurus Lembaga Dakwah PWNU Jabar – Lulusan Kajian Terorisme Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia
Terorisme yang saya maksud di sini adalah penggunaan kekerasan dan kekuatan fisik secara langsung maupun dengan menggunakan alat/senjata yang dilatarbelakangi oleh motif, maksud dan tujuan yang bersifat ideologis.
Hizbut Tahrir (HT) adalah partai politik ideologis yang ingin menerapkan ideologinya dalam bentuk sebuah negara. Mereka menyebutnya negara Khilafah.
Bagi parpol ideologis pada prinsipnya semua jalan akan ditempuh demi tegaknya ideologi partai dalam bentuk sebuah negara. Dengan cara damai dan atau kekerasan. Jalur formal dan atau non formal. Lewat parlemen dan atau ekstra parlemen.
Tidak ada yang baku. Semua bersifat kondisional dan situasional. Semua dapat ditempuh dengan pertimbangan maslahat atau mudarat, efektifitas dan efisiensi serta cepat atau lambat ideologi partai tegak.
Itulah sebab mengapa HT sebenarnya tidak pernah mengharamkan penggunaan kekerasan secara muthlaq. Bahkan secara implisit ide kekerasan melekat dalam konsep thalabun nushrah (meminta pertolongan) yang mereka yakini sebagai metode syar’i yang dicontohkan oleh Rasulullah saw untuk menegakkan Khilafah (Dr Mahmud A Karim Hasan, al-Taghyiir, hal. 53).
Amir Hizbut Tahrir yang kedua Abdul Qadim Zallum mengatakan: “Dan Hizb (HT) melakukan thalabun nushrah untuk dua tujuan: Pertama, untuk tujuan perlindungan, sehingga beliau mampu untuk berjalan dalam mengemban dakwah dalam keadaan aman; Kedua, untuk mengantarkan menuju pemerintahan, untuk menegakkan khilafah serta mengembalikan hukum dengan apa yang Allah turunkan, di tengah-tengah kehidupan, negara dan masyarakat.” (al allamah asy syeikh Abdul Qadim Zallum, Manhaj Hizb at- Tahrir fii at-Taghyir, hal 31).
HT meminta pertolongan kepada ahlu quwwah yaitu individu dan kelompok yang mempunyai kekuatan fisik yang mampu melindungi mereka dan mau dijadikan jalan bagi HT untuk meraih kekuasaan. Secara teknis ahlu quwwah yang dimaksud HT adalah kepala negara (Presiden, Raja) dan militer. Dalam hal ini komandan-komandan perwira militer yang mempunyai pasukan.
Dari sini dapat diturunkan definisi teknis dari thalabun nushrah yaitu aktivitas politik HT merekrut, membina dan mengarahkan kepala negara dan perwira-perwira militer dengan tujuan:
1) Bagi kepala negara agar menyerahkan kekuasaannya kepada HT (istilamul hukmi).
2) Bagi perwira-perwira militer untuk mengambil alih kekuasaan kepala negara (akhdzul hukmi) lalu diserahkan kepada HT (istilamul hukmi) apabila kepala negara tidak mau menyerahkan kekuasaannya kepada HT.
Sangat kecil kemungkinannya ada seorang kepala negara dengan suka rela menyerahkan kekuasaan kepada HT. Yang paling mungkin adalah kekuasaan kepala negara diambil secara paksa di bawah ancaman kekerasan fisik dan senjata.
Jadi, skenario penyerahan kekuasaan dari kepala negara kepada HT yang paling rasional dan realistis adalah melalui perantara perwira-perwira militer. Dengan pasukan dan persenjataan yang mereka kuasai, kepala negara merasa terintimidasi, tertekan, takut dan terteror.
Akhirnya kepala negara menyerah kalah. Lalu menyerahkan kekuasaannya kepada perwira-perwira militer. Kemudian menyerahkannya kepada HT. Dalam hal ini HT direpresentasikan oleh Amir Hizbut Tahrir.