Rosadi Jamani (Ketua Satupena Kalimantan Barat)
Pasti ingat dan pada nonton film London Has Fallen ya. Film garapan Hollywood itu dibintangi aktor ternama Gerard Butler, Aaron Eckhart, Morgan Freeman. Kisah jatuhnya Kota London oleh teroris. Namun, saya tak membahas cerita film itu, melainkan kisah London Has Fallen by Islam. Jatuhnya Kota London dalam pangkuan Islam. Gimana ceritanya? Siapkan kopi plus pisgor ya agar asyik menyimak ulasan saya ini.
Tahun 2005 lalu, miliander asal London, Asif Azis membeli sebuah gedung perbelanjaan dan pusat hiburan di jantung Kota London. Nama gedung itu Trocadero. Ia beli 220 juta poundsterling atau senilai 4,3 triliun. Orang kaya gitu loh. Usai dibeli, Asif Azis yang kebetulan Islam ingin menjadikannya sebuah masjid dengan kapasitas seribu jamaah. Ternyata, rakyat Inggris protes. Termasuk partai sayap kanan Inggris ikut protes. Mereka menentang Trocadero jadi masjid. Itu sudah tidak lagi mencerminkan Inggris yang Kristen di mata dunia. “Kota London telah jatuh. Sudah jadi daerah jajahan,” kata salah satu demontran dari Partai Sayap Kanan, British First.
Pihak Asif Azis merespons demo itu. Trocadero tak jadi dibangun masjid secara keseluruhan, hanya dibangun bagian basemennya yang dikhususkan bagi pekerja Muslim di gedung itu. Demo pun mereda. Namun, berbeda di luar. Penganut Islam justru meningkat tajam.
Sensus Penduduk tahun 2021 memperlihatkan populasi Muslim naik 44 persen untuk 10 tahun terakhir. Tahun 2011 hanya 1,2 juta dan tahun 2021 menjadi 3,9 juta. Di London sendiri ada 15 persen warganya Muslim dan Walikotanya juga Muslim. Konsentrasi umat Islam banyak di London, Birmingham, Luton, Bradford, dan Leicester.
Katie Hopkin seorang presenter dan tokoh media Inggris mengkhawatirkan kondisi negaranya mulai dikuasai Muslim. Tahun 2011 umat Kristen 58,3 persen lalu turun menjadi 46,2 persen tahun 2021. “Coba perhatikan di jalan-jalan di Kota London semakin banyak orang beratribut Muslim,” kata Katie di sebuah podcast.
Katie juga mewanti-wanti, jangan sampai apa yang dialami Inggris saat ini dirasakan oleh Amerika Serikat. Satu hal lagi soal penamaan anak baru lain. Ternyata nama Muhammad nomor satu paling banyak digunakan. Sisi lainnya, banyak gereja kosong jamaah dan beralih fungsi. Ada diantaranya dijual dan dibeli orang Islam lalu diubah jadi masjid. Fenomena gereja kosong ini banyak diberitakan media dunia.
Kenapa orang Inggris tak mau gereja lagi? Banyak sih alasannya. Di antaranya soal moral dan korupsi dilakukan pihak gereja. Selebihnya banyak anak muda Inggris lebih memilih atheis dan agnostik. Walau secara keseluruhan Inggris masih mayoritas Kristen, namun lihat perkembangan Islam yang begitu cepat, bukan tidak mungkin, Inggris bisa menjadi negara mayoritas Muslim di Eropa. Ditambahkan lagi imigran dari negara Islam seperti tak ada hentinya masuk ke sana. Keturunan Pakistan, Bangladesh, dan India paling mendominasi. Selebihnya dari negara-negara Afrika. PM Inggris saja, Rishi Sunak orang keturunan India.
Belum lagi orang Islam membolehkan nikah lebih dari satu istri yang membuat pertumbuhan Muslim semakin tinggi. Orang Kristen hanya boleh satu istri. Efek lain lainnya, pengaruh LGBT, demi karier orang Inggris kebanyakan tak mau berkeluarga. Berbeda dengan Islam, nikah itu adalah sunnah.
Jaya Suprana pernah menggelari London dengan Londonistan. Artinya, London sudah seperti negara Pakistan, Afghanistan, Kirgistan, Kazaktan, dll. Saking banyaknya orang Muslim di London.
Eks Kepala BLHD Kalbar, Ir Darmawan pernah cerita saat ia kuliah di Inggris. “Kalau di kita ekonomi dikuasai orang keturunan China. Sementara di Inggris dikuasai orang keturunan Pakistan, India, dan Bangladesh,” ceritanya.
Orang Inggris sudah merasa warga kelas dua di negerinya sendiri. Mirip dengan orang Melayu di Singapura, tersisih secara politik di negerinya sendiri. Ya, begitulah dunia terus berputar. Tidak ada peradaban yang kekal. Indonesia dulu mayoritas Hindu, lalu berubah jadi mayoritas Islam. Tak tahu ke depannya apakah masih mayoritas Islam atau berganti dengan agama lain. Camanewak