Rosadi Jamani (Pengamat Politik UNU Kalbar)
Kita ngomong politik lagi ya. Soalnya makin asyik. Mau bicara dua parpol yang belum pernah kalah mengusung Capres. PKB dan Nasdem. Cuma, beda era. PKB sudah melewati dua era, SBY dan Jokowi. Sementara Nasdem baru era Jokowi. Saat keduanya kompak dukung Jokowi dua periode, dukungannya menang. Sekarang, keduanya pisah. Beda dukungan walaupun belum final ya. PKB gabung ke Gerindra memilih Prabowo sebagai Bacapres. Baru ikut gabung Golkar dan PAN di koalisi ini.Sementara Nasdem bersama Demokrat dan PKS mengusung Anies sebagai Bacapres.
PKB belum pernah merasakan kekalahan dalam mengusung Capres. Parpol yang lahir dari rahim NU ini selalu menang. Era SBY, dengan dukungan PKB, dua kali menang. Padahal, wapres yang digandeng SBY bukan nahdliyin struktural. Saat dipasangkan dengan JK, memang ada unsur NU nya, namun lebih ke Indonesia Timur. Sebab, waktu itu ada Ketum PBNU ikut maju. Saat SBY dipasangkan dengan Boediono, tak ada unsur NU-nya. Semua menang. Rezim berganti, dari SBY ke Jokowi. Lagi-lagi PKB sukses memenangkan capresnya. Dua periode lagi. Artinya, empat periode Pilpres secara langsung, PKB selalu menuai kemenangan.
Saat Jokowi dipasangkan dengan JK, menang. Jokowi dipasangkan kdengan KH Ma’ruf Amin di last minute pun menang. Andil PKB terbilang besar di sini. Sebab PKB itu representasi nahdliyin. Suara NU hampir bulat dukung Jokowi. Siapa di kkbelakangnya, ya PKB. Nah, sekarang PKB memilih Gerindra sebagai sohib. Sohib barunya Golkar dan PAN. Ketiga parpol itu pernah merasakan kekalahan dan kemenangan. Bahkan, ada belum pernah menang. PKB tidak bisa dipisahkan dari NU.
Saat ini, terlihat di publik, hubungan antara PKB dan PBNU kurang harmonis. Gus Yahya sering tak terima bila PKB mengklaim NU. Sementara PKB sendiri parpol yang resmi didirikan NU. Kurang harmonisnya PKB dan PBNU, apakah hanya gimmick atau benaran, belum tahu juga sih. Untuk saat ini, kurang harmonis. Dalam kondisi ini, apakah PKB bisa membulatkan suara NU? Bisa iya, bisa juga tidak. Waktu yang akan membuktikan.
Salah satu pengamat politik, Eep Syaefulloh Fatah pernah mengatakan, Ketua PKB, Cak Imin akan jadi penentu kemenangan Pilpres. Prediksi Eep ini sempat viral. Pasti membuat PKB berbunga-bunga. Jadi penentu kemenangan bila tetap usung Prabowo. Kira-kira begitu soal PKB dengan catatan NU satu komando. Berikutnya Nasdem. Parpol ini baru muncul di era Jokowi. Di bawah Surya Paloh, Nasdem semakin bersinar. Tak pernah kalah. Suaranya semakin membesar. Dukungannya pada Jokowi membawa berkah. Ya, berkah menang. Lihat kantor Nasdem, kantor parpol paling megah di Indonesia. Rapat saja di pulau pribadi Surya Paloh. Dukungan Nasdem pada Jokowi sangat kuat. Periode kedua Pakde, Nasdem lah pertama nyatakan dukungan. Sayang, jelang akhir jabatan Jokowi, satu menterinya dicopot gara-gara kasus korupsi BTS. Hubungan Paloh dengan Jokowi terkesan tak harmonis. Saat HUT Nasdem, Jokowi malah tak diundang. Tapi, malamnya Paloh malah ketemu Jokowi di istana.
Sekarang, Nasdem memilih jalannya sendiri. Sebelumnya Nasdem terkesan ngekor, kali ini ia menjadi leader mengusung capres. Secara mengejutkan Nasdem usung Anies. Bersama Demokrat dan PKS, partai Nasdem pede usung Anies. Apakah tuah kemenangan bisa dirasakan lagi oleh Nasdem? Tunggu saja wak. Lagian, arah dukungan bisa saja berubah karena pendaftaran capres masih lama.
Kawan Nasdem yakni Demokrat dan PKS. Dua parpol ini pernah berjaya di masa SBY. Setelah Jokowi berkuasa, selalu kalah dan memilih oposisi. Nasdem berkawan dengan oposisi mengusung Anies. Apakah bisa menang? Bisa iya, bisa juga tidak. Sementara parpol lain penghuni Senayan, PDIP pernah merasakan kalah dua kali, dan menang dua kali juga.
Begitu juga PPP, pernah merasakan menang di era SBY, namun di masa Jokowi, selalu gigit jari. PKB dan Nasdem lebih memilih jalannya sendiri. Tak lagi bersatu dalam hal dukungan. Memang belum final, masih ada kemungkinan bersatu lagi. Dua parpol ini akankah sentuhannya kali ini juga bertuah. Kita tunggu saja wak.#camanewak