Oleh: Yusuf Suharto (Dosen IKHAC Mojokerto)
Tradisi Bahtsul Masail (Pembahasan Ragam Masalah Keagamaan) adalah bagian tanggung jawab para ulama dalam dakwah membimbing umat, memecahkan problematika yang berkembang. Tradisi bahtsul masail kemudian menjadi bagian dari program kerja Nahdlatul Ulama, dengan adanya kelembagaan yang memfokuskan dalam wujud Lembaga Bahtsul Masail (LBM).
Beberapa bulan sejak NU berdiri (16 Rajab 1344 H/31 Januari 1926), Kongres ke-1 Nahdlatul Ulama pada 13-15 Rabiut Tsani 1345 (21-23 Oktober 1926) menyelenggarakan bahtsul masail pertama sebagai bagian rangkaian acara Kongres Nahdlatul Ulama.
Istilah Kongres sebagai forum tertinggi dalam NU kemudian diubah menjadi Muktamar. Pada masa awal, kongres (muktamar) diselenggarakan setiap satu tahun sekali hingga dalam lima belas kali muktamar. Pada masa 1940-an hingga 1960-an digelar secara dinamis. Baru setelah Muktamar NU ke-26 di Semarang pada 05-11 Juni 1979, hingga saat ini, Muktamar diselenggarakan setiap lima tahun sekali.
Dalam acara resmi NU, bahtsul masail terlaksana dalam agenda Kongres (kemudian berubah istilah menjadi Muktamar), Konferensi Besar (Konbes), dan Musyawarah Nasional Alim Ulama (Munas). Namun, ada pula bentuk bahtsul masail yang dihadiri para pimpinan NU, yang sifatnya kultural, misalnya dalam bentuk majelis tashih (tim verifikasi), dan bentuk lainnya. Majelis tashih ini dibentuk pada 1959, ketika para pemimpin Nahdlatul Ulama merasa perlu untuk memverifikasi hasil-hasil bahtsul masail.
Hasil Bahtsul Masail kemudian secara individual dibukukan oleh Kiai Abu Hamdan Abdul Jalil Hamid Kudus dan Kiai Abdul Aziz Masyhuri Denanyar. Kiai Abdul Jalil Hamid yang merupakan Wakil Katib Pengurus Besar Nahdlatul Ulama inilah yang tercatat kali pertama di lingkungan NU yang menginisiasi dan menerbitkan hasil-hasil bahtsul masail dengan judul ‘Ahkamul Fukaha’. Kompilasi bahtsul masail itu beliau tulis dalam dua bahasa, Arab dan Indonesia, terbit atas nama PBNU pada Rabiu Tsani 1388, atau September 1960.
Hasil bahtsul masail itu ditashih oleh pertemuan khusus Majelis Tashih pada 08 hingga 15 Shafar 1387 atau pada 1959 di Pesantren Denanyar oleh KH Abdul Wahab Hasbullah, KH Bisri Syansuri, KH Muhammad al-Karim Surakarta, KH Zubair Umar, KH Kholil Jombang, KH Sayuthi Abdul Aziz Rembang.
Kita membayangkan bahwa para kiai tersebut masing-masing membawa draft dokumen bahtsul masail yang para beliau miliki untuk saling koreksi. Setidaknya, misalnya jika mengacu pada catatan-catatan Kiai Bisri Syansuri yang disimpan dalam arsip keluarga Pesantren Denanyar, akan ditemukan dokumentasi hasil Bahtsul Masail yang demikian melimpah dan menunggu verifikasi.
Kumpulan hasil Bahtsul Masail dalam bentuk buku dengan judul Ahkamul Fuqaha, dengan nama penulis KH Abdul Jalil Hamid diterbitkan hingga pada hasil Bahtsul Masail pada Muktamar NU ke-26 di Semarang pada 1979. Kiai Abdul Jalil Hamid sendiri wafat pada November 1974.
Hinggga wafatnya dua Rais ‘Aam PBNU, Nahdlatul Ulama dalam konteks dokumentasi bahtsul masail telah memiliki buku “Ahkamul Fuqaha” yang disusun Kiai Abdul Jalil Hamid. Sebagaimana diketahui, Kiai Wahab Hasbullah, Rais ‘Aam PBNU wafat pada 29 Desember 1971 paska Muktamar NU ke-25 di Surabaya, kemudian diteruskan KH Bisri Syansuri yang menjadi Rais’ Aam hingga kewafatan beliau pada Jumat, 25 April 1980.
Dokumentasi Kiai Abdul Jalil Hamid Kudus itu kemudian diteruskan oleh KH Abdul Aziz Masyhuri Denanyar (Ketua PP RMI NU), dengan menyusun kumpulan hasil Bahtsul Masail hingga Muktamar NU ke-29 di Tasikmalaya pada 1994, diterbitkan PP RMI NU dan Dinamika Press Surabaya. Kiai yang lama mendampingi Kiai Bisri Syansuri ini juga menerbitkan hasil Bahtsul Masail Muktamar NU ke-26 pada 1979 di Semarang hingga Muktamar NU ke-31 pada 2004 di Solo, sebagai jilid kedua yang diterbitkan Pesantren al Aziziyah Denanyar, bekerjasama dengan penerbit Khalista Surabaya.
Buku yang menghimpun hal serupa hingga Muktamar NU ke-30 di Lirboyo Kediri pada 1999, diterbitkan Lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN) NU Jawa Timur dan penerbit Khalista dengan judul tambahan “Solusi Problematika Aktual Hukum Islam Nahdlatul Ulama. Berikutnya dengan judul” Solusi Hukum Islam” diterbitkan PT Diantama. Kedua buku ini diberi pengantar Rais ‘Aam PBNU, KH. Sahal Mahfudh.
Secara kelembagaan PBNU pada 10 Januari 1991 mengeluarkan Surat Keputusan tentang “Tim Penyusun Buku Ahkamul Fuqaha Format Baru” dengan sembilan anggota, tetapi tim ini belum sempat bekerja melaksanakan tugasnya.
Baru pada 25 Mei 2007, setelah diadakan rapat koordinasi pimpinan LBM dengan pengurus Syuriyah, PBNU mengeluarkan Surat Keputusan tentang Pengangkatan Tim Penyelaras Buku Himpunan Bahtsul Masail Pada Muktamar dan Munas Alim Ulama. Sebagai penanggung jawab adalah KH Sahal Mahfudh dan KH. Hasyim Muzadi. Ketua tim adalah KH A Hafizh Utsman, Sekretaris H. Cholil Nafis, dengan enam anggota yaitu KH. Sadid Jauhari, KH. Zakki Anwar, KH. Hasyim Abbas, Sayuti Nasution, Arwani Faisal, dan KH. Imam Ghozali Said.
Namun, dari agenda rutin Bahtsul Masail tersebut yang kemudian dibukukan Kiai Abdul Jalil Hamid dan Kiai Abdul Aziz Masyhuri dan PBNU tersebut, masih ada enam kegiatan Bahtsul Masail yang belum ditemukan dokumennya, yaitu pada:
- Muktamar NU ke-17 di Madiun (25 Mei 1947),
- Muktamar NU ke-18 di Jakarta (30 April-03 Mei 1950),
- Muktamar NU ke-19 di Palembang (28 April-01 Mei 1952),
- Muktamar NU ke-21 di Medan (Desember 1956),
- Muktamar NU ke-22 di Jakarta (13-18 Desember 1958),
- Muktamar NU ke-24 di Bandung (03-09 Juli 1967)
Hinggga saat ini kami hanya berharap semoga dokumen Bahtsul Masail yang hilang dalam enam Muktamar NU itu akan berhasil ditemukan. Setidaknya harapan itu menemui awal titik cerah, yaitu dengan ditemukannya draft dokumen putusan masail oleh Pengurus Besar Syuriyah PBNU yang diselesaikan panitia 9, dalam Muktamar NU ke-24 di Bandung pada 1967. Draft ini ditemukan dalam Dokumen Keluarga Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang.
Mantap…
Teruslah melakukan pelacakan terhadap curahan pemikiran para pemandi amanat jam’iyyah…
Baarakallohu fikum