AswajaNews – Jika berbicara tentang wisata alam di Yogyakarta, kebanyakan orang akan langsung menyebut Malioboro, Taman Sari, atau pantai pasir putih Gunung Kidul. Namun, di balik popularitas destinasi tersebut, ada sebuah tempat yang mulai mencuri perhatian wisatawan yang mendambakan ketenangan sekaligus panorama epik. Tempat itu adalah Bukit Pengilon, sebuah tebing hijau di pesisir selatan yang menawarkan pemandangan laut lepas Samudera Hindia dengan suasana sunyi dan damai.
Dibandingkan dengan pantai-pantai populer lain, Bukit Pengilon memberikan pengalaman berbeda. Tak ada riuh pedagang atau keramaian wisatawan, hanya hamparan rerumputan hijau, angin laut yang sepoi-sepoi, dan deburan ombak yang terdengar jauh di bawah tebing. Inilah alasan mengapa banyak pengunjung menyebut Bukit Pengilon sebagai lokasi “healing alami”, tempat yang sempurna untuk beristirahat dari penatnya rutinitas.
Terletak di Desa Wates, Purwodadi, Tepus, Gunung Kidul, lokasi ini memang membutuhkan perjuangan ekstra untuk mencapainya. Dari pusat kota Yogyakarta, perjalanan memakan waktu sekitar dua jam.
Rute yang dilalui cukup menantang, apalagi di beberapa titik wisatawan harus melanjutkan dengan berjalan kaki setelah memarkir kendaraan. Namun, setiap langkah terbayar lunas begitu sampai di puncak bukit dan menyaksikan panorama laut yang luas tanpa halangan.
Daya tarik utama Bukit Pengilon tentu saja adalah sunset dan sunrise. Di sini, pengunjung bisa melihat mentari muncul atau tenggelam tanpa terhalang pepohonan maupun karang besar. Saat langit mulai berubah warna, gradasi jingga, merah, hingga ungu berpadu indah dengan birunya laut. Momen inilah yang paling diburu fotografer maupun wisatawan yang ingin sekadar duduk beralaskan rumput sambil menikmati suasana.
Selain berburu sunset, Bukit Pengilon juga menjadi surga bagi pecinta camping dan trekking. Area rerumputan di atas bukit sangat ideal untuk mendirikan tenda. Menginap di sini memungkinkan pengunjung merasakan malam yang hening, jauh dari cahaya kota, hanya ditemani bintang-bintang di langit.
Bagi yang suka tantangan, jalur setapak menuju puncak menawarkan pengalaman trekking yang menguji stamina sekaligus menyenangkan. Bahkan, ada satu “pendamping tak resmi” di jalur ini, seekor anjing jinak bernama Kapuk yang kerap menemani wisatawan hingga sampai ke puncak.
Dari Bukit Pengilon, panorama yang tersaji sungguh komplet. Ke arah barat, tampak garis pantai Siung hingga Banyu Nibo. Sementara ke arah timur, terlihat dua pantai eksotis, Watu Lumbung dan Wediombo, dengan gugusan batu karang besar yang tampak seperti bukit kecil. Keindahan ini membuat Bukit Pengilon sering disebut sebagai titik pandang terbaik untuk menyaksikan mahakarya alam Gunung Kidul dari ketinggian.
Meski memiliki daya tarik luar biasa, fasilitas di Bukit Pengilon masih terbatas. Jangan berharap menemukan toilet umum atau deretan kafe seperti di destinasi lain. Warung makan pun belum tersedia di area puncak, sehingga wisatawan disarankan membawa bekal sendiri.
Harga tiket masuknya pun sangat ramah di kantong. Hanya sekitar Rp2.000 hingga Rp5.000 per orang, pengunjung sudah bisa menikmati pesona alam yang spektakuler. Bagi yang ingin camping, cukup menambah biaya Rp20.000 per tenda. Bahkan tersedia jasa ojek lokal dengan tarif Rp20.000 untuk memudahkan perjalanan dari pos hingga jalur pendakian.
Keindahan Bukit Pengilon seakan menjadi pengingat bahwa Gunung Kidul tak pernah kehabisan kejutan. Dari tebing hijau ini, wisatawan bisa menyapa mentari, meresapi kedamaian, dan kembali dengan energi baru.***
Penulis: Fauza N.M
Editor: Dani