Jejak Pendidikan Islam pada Masa Khulafaur Rasyidin: Dari Masjid ke Pusat Ilmu


AswajaNews – Pendidikan Islam memiliki sejarah yang panjang dan menarik untuk diteliti. Salah satu periode yang sangat signifikan dalam perjalanan sejarahnya adalah era Khulafaur Rasyidin (632–661
M), yang mencakup kepemimpinan Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib.

Di zaman ini, pendidikan Islam tumbuh secara alami dan sederhana, tetapi menciptakan dasar yang kuat yang nantinya menjadi landasan peradaban
Islam di masa selanjutnya.

Masjid Sebagai Pusat Pendidikan

Pada masa awal perkembangan Islam, masjid tidak hanya berperan sebagai lokasi untuk beribadah, tetapi juga sebagai pusat untuk belajar, menyebarkan ajaran, dan mengambil keputusan. Contoh yang paling jelas adalah Masjid Nabawi di Madinah yang berubah menjadi pusat pengetahuan.

Di tempat ini, Rasulullah SAW. dulu mengajarkan para sahabat melalui
halaqah, yaitu suatu metode belajar yang terus dilanjutkan oleh para khalifah setelah beliau meninggal dunia.

Halaqah umumnya membahas kitab suci Al-Qur’an, penafsiran, hadis, hukum Islam, serta isuisu sosial dan politik. Para sahabat terkemuka seperti Abu Hurairah, Abdullah bin Mas’ud, dan Ali bin Abi Thalib kerap menyampaikan ajaran di masjid. Dari aktivitas ini, muncul generasi tabi’in yang kemudian menyebarkan pengetahuan ke berbagai daerah dalam Islam.

Tidak mengherankan jika Rasulullah SAW. pernah mengatakan: “Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya
jalan menuju surga.” (HR. Muslim).

Hadis ini menjadikan motivasi utama bagi umat Islam pada saat itu untuk menjadikan masjid sebagai “lembaga pendidikan pertama” dalam sejarah Islam.

Perkembangan Pendidikan pada Masa Abu Bakar dan Umar

Pada era Abu Bakar ash-Shiddiq, perhatian dalam pendidikan ditujukan untuk melestarikan keaslian Al-Qur’an. Setelah banyak penghafal Al-Qur’an kehilangan nyawa dalam pertempuran, beliau mengambil inisiatif untuk menyusun Al-Qur’an dalam format mushaf.

Tindakan ini menjadi warisan monumental dalam dunia pendidikan Islam, karena menjamin generasi mendatang dapat mempelajari teks yang asli.

Selanjutnya, di era Umar bin Khattab, pendidikan mengalami kemajuan seiring dengan ekspansi wilayah Islam. Umar mendirikan institusi di banyak kota untuk mengajarkan AlQur’an dan fikih. Ia juga menunjuk qadhi (hakim) dan pengajar untuk memastikan bahwa masyarakat memahami hukum Islam.

Umar pernah mengatakan: “Ajarkan anak-anakmu berenang, memanah, dan menulis.” Pernyataan ini menunjukkan bahwa Umar tidak hanya menonjolkan pentingnya pendidikan spiritual, tetapi juga kemampuan praktis yang bermanfaat bagi komunitas.

Masa Utsman dan Ali: Peneguhan Ilmu

Pada era Utsman bin Affan, penyebaran pendidikan mendapatkan dukungan yang signifikan melalui standar mushaf Al-Qur’an. Utsman mengirimkan mushaf ke berbagai wilayah, disertai dengan pengajar yang ditugaskan untuk membantu masyarakat dalam membacanya dengan tepat.

Tindakan ini memperkuat tradisi literasi dan memperkuat landasan pendidikan Islam. Di sisi lain, Ali bin Abi Thalib dikenal sebagai khalifah yang sangat berpengetahuan. Ia banyak memberikan ajaran mengenai tafsir, hukum, dan filosofi praktis dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu pernyataannya yang terkenal adalah: “Ilmu lebih baik daripada harta. Ilmu menjagamu, sedangkan engkau yang menjaga harta.”

Pemikiran Ali merupakan salah satu acuan utama dalam kemajuan pemahaman ilmu kalam dan fikih di masa yang akan datang. Di era Ali, perdebatan intelektual semakin meningkat,bkhususnya di Kufah dan Basrah, yang kemudian menjadi pusat pengetahuan besar dalam dunia Islam.

Dari Tradisi Lisan ke Tradisi Ilmiah

Masa Khulafaur Rasyidin mencerminkan sebuah perubahan signifikan dalam sejarah pendidikan Islam. Pada awalnya, pembelajaran berfokus pada tradisi lisan, namun seiring waktu mulai dicatat secara tertulis melalui pengumpulan Al-Qur’an dan hadis.

Proses tersebut menandakan munculnya kesadaran bersama akan peranan ilmu yang penting sebagai dasar kehidupan beragama dan sosial.

Dengan begitu, perjalanan pendidikan Islam pada era Khulafaur Rasyidin bukan hanya berkaitan dengan pengajaran di masjid, melainkan juga mengenai terbentuknya tradisi keilmuan yang sistematis.

Masjid menjadi titik tolak, namun dari situlah ilmu menyebar ke berbagai kota besar, membangun jaringan intelektual yang kemudian berkembang menjadi madrasah, institusi pendidikan tinggi, hingga universitas dalam era peradaban Islam berikutnya.

Jejak pendidikan Islam di era Khulafaur Rasyidin menunjukkan bahwa pengetahuan merupakan elemen yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat Islam. Masjid sebagai tempat belajar telah melahirkan generasi para ulama dan intelektual yang berkontribusi dalam
memajukan peradaban.

Dasar inilah yang membuat Islam dapat bertahan sebagai agama yang tidak hanya mengatur praktik ibadah, tetapi juga mendorong perkembangan intelektual dan sosial.

Seperti yang dikatakan Ali bin Abi Thalib, “Ilmu adalah warisan dari para nabi,
sedangkan kekayaan adalah warisan dari para raja.”***

Penulis: Yusmicha Ulya Afif (Dosen FTIK UIN Ponorogo)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *