Belajar Sabar lewat Seni Rock Balancing di Seloondo Ngawi

AswajaNews – Tak hanya melalui meditasi, seni menata batu atau rock balancing art kini menjadi alternatif baru untuk melatih kesabaran sekaligus menenangkan pikiran. Aktivitas yang sudah populer di berbagai negara ini kerap dilakukan di kawasan wisata alam yang memiliki aliran sungai.

Di Kabupaten Ngawi, praktik seni ini dapat dijumpai di kawasan wisata alam Seloondo, Desa Ngrayudan, Kecamatan Jogorogo. Di tempat ini, pengunjung dapat mencoba menyusun batu secara vertikal tanpa perekat hingga mencapai keseimbangan sempurna. Aktivitas tersebut umumnya dilakukan di tepi sungai yang dipenuhi batu beragam bentuk dan ukuran.

Salah satu pegiat rock balancing asal Ngawi, Yosef Dani Kurniawan, menjelaskan bahwa kegiatan ini bukan sekadar tantangan, melainkan juga sarana melatih kesabaran dan konsentrasi. Dibutuhkan ketenangan dan ketekunan untuk menemukan titik keseimbangan setiap batu.

“Bagi saya, rock balancing adalah cara untuk mencapai keseimbangan hidup. Seni ini mengajarkan kita bagaimana menyeimbangkan batu agar bisa berdiri tegak tanpa penyangga,” ujarnya, Sabtu (25/10/2025).

Menurut Dani, waktu yang dibutuhkan untuk menyusun batu bisa sangat bervariasi — mulai dari hitungan detik hingga satu jam, tergantung tingkat kesulitannya. Ia menambahkan, kegiatan ini dapat dilakukan oleh siapa pun, dari anak-anak hingga orang dewasa. Selain menjadi wadah kreativitas, rock balancing juga dapat berfungsi sebagai latihan relaksasi dan yoga alam terbuka.

Secara prinsip, rock balancing berpijak pada ilmu fisika, di mana setiap batu harus disusun berdasarkan titik tumpu dan pusat gravitasi agar dapat berdiri seimbang. Tantangan terbesarnya justru ada pada proses mencari keseimbangan itu sendiri.

Kegiatan ini mulai dikenal di Ngawi sejak 2015, berawal dari acara Sendang Ngiyom, kemudian berkembang hingga terselenggaranya Festival Gravitasi Bumi di Bumi Perkemahan Seloondo beberapa tahun kemudian.

Namun, pandemi Covid-19 pada 2019 sempat membuat aktivitas ini terhenti. Kini, Dani bersama sejumlah pegiat berupaya menghidupkan kembali seni rock balancing agar tetap lestari dan dikenal masyarakat luas.

“Peminat rock balancing di Ngawi sebenarnya cukup banyak, bahkan ada yang mampu membuat susunan batu dengan tingkat kesulitan tinggi. Hanya saja, hingga kini belum ada wadah komunitas resmi yang menaungi para pegiatnya,” jelasnya.

Bagi masyarakat yang ingin mencoba, Dani menyebut rock balancing dapat dilakukan di mana saja selama tersedia batu untuk disusun. Kunci utamanya adalah ketenangan, kesabaran, dan imajinasi untuk menciptakan keseimbangan yang sempurna

Penulis: Imam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *