Museum Sonobudoyo: Kapsul Waktu yang Menghidupkan Napas Budaya Jawa di Jantung Yogyakarta

AswajaNews – Jika Malioboro adalah denyut nadi wisata belanja, dan Keraton menjadi simbol kejayaan tradisi, maka Museum Sonobudoyo bisa disebut sebagai jantung pengetahuan budaya Jawa yang terus berdenyut hingga kini.

Berdiri megah di utara Alun-Alun Utara, museum ini bukan hanya tempat menyimpan benda-benda masa lalu, melainkan ruang hidup yang mampu membawa pengunjung melakukan perjalanan lintas zaman dari masa prasejarah hingga kesenian Jawa yang masih dimainkan hari ini.

Bagi banyak orang, museum sering dianggap sebagai ruang sunyi dengan pajangan usang. Namun, Museum Sonobudoyo berhasil mematahkan stigma itu. Memasukinya seolah melangkah ke dalam kapsul waktu. Koleksinya yang mencapai lebih dari 63.000 benda budaya menyuguhkan kisah lengkap tentang bagaimana peradaban di Jawa dan sekitarnya terbentuk. Setiap artefak, mulai dari kapak batu, arca Hindu-Buddha, batik klasik, hingga wayang kulit, menjadi narasi visual yang kaya akan makna.

Kisah pendirian museum ini sendiri sarat nilai historis. Dibangun atas gagasan Java Instituut pada awal abad ke-20, keberadaannya mendapat dukungan penuh dari Sri Sultan Hamengkubuwono VIII, yang bahkan menghibahkan tanah strategis di sebelah Keraton untuk pembangunannya. Arsitek Belanda Thomas Karsten merancang bangunannya dengan sentuhan rumah tradisional Jawa yang kental, membuatnya bukan hanya sekadar wadah pamer, melainkan juga karya arsitektur yang bernilai tinggi.

Kini, setelah hampir satu abad berdiri, Museum Sonobudoyo tidak pernah berhenti beradaptasi. Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta telah merawatnya melalui berbagai program modernisasi, termasuk digitalisasi koleksi hingga penyelenggaraan pertunjukan interaktif.

Salah satu daya tarik yang paling diminati wisatawan adalah pagelaran wayang kulit setiap malam, sebuah pengalaman budaya otentik yang sulit ditemukan di tempat lain. Dalam durasi sekitar dua jam, pengunjung bisa menyaksikan kepiawaian dalang memainkan wayang, lengkap dengan alunan gamelan yang syahdu, sambil menikmati sinopsis berbahasa Indonesia dan Inggris untuk memudahkan pemahaman.

Selain wayang, museum ini juga dikenal dengan koleksi kerisnya yang luar biasa lengkap. Ratusan keris dengan beragam dapur dan pamor dipamerkan, memperlihatkan keindahan filosofi sekaligus status sosial masyarakat Jawa di masa lampau. Tidak hanya senjata, koleksi kain tradisional seperti batik, tenun, dan songket juga dipajang indah, menunjukkan betapa wastra Nusantara selalu punya cerita di balik tiap motifnya.

Keistimewaan lain dari Museum Sonobudoyo adalah lokasinya yang strategis. Berada di Jl. Pangurakan No. 6, museum ini hanya sepelemparan batu dari Titik Nol Kilometer Yogyakarta. Artinya, wisatawan bisa dengan mudah merangkai perjalanan singkat yang menyenangkan: mulai dari museum, berjalan ke Keraton, lanjut kulineran di Malioboro, hingga berakhir di Taman Sari.

Dengan tiket masuk yang sangat terjangkau, hanya Rp10.000 untuk dewasa domestik, pengunjung sudah bisa menikmati pengalaman budaya yang kaya. Ditambah lagi, jam buka yang panjang hingga pukul 21.00 WIB memberi keleluasaan wisatawan untuk mampir bahkan setelah seharian berkeliling kota.***

Penulis: Fauza N.M

Editor: Dani

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *