AswajaNews – Nyadran Dam Bagong, sebuah tradisi budaya yang telah berlangsung selama berabad-abad di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, menjadi wujud rasa syukur dan penghormatan yang mendalam dari masyarakat setempat.
Tradisi ini tidak hanya merayakan hasil bumi yang melimpah tetapi juga mengenang jasa besar seorang ksatria ulama, Ki Ageng Menak Sopal, yang berjasa membangun Dam Bagong, sebuah bendungan kuno yang vital bagi kehidupan pertanian di wilayah tersebut.
Dam Bagong yang terletak di Kelurahan Ngantru, Kecamatan Trenggalek, merupakan sebuah monumen sejarah yang penting bagi masyarakat setempat.
Dibangun pada masa lalu oleh Ki Ageng Menak Sopal, seorang ulama sekaligus bangsawan terhormat yang dikenal karena kebijaksanaannya dan kemampuan spiritualnya.
Menurut catatan dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Trenggalek, pembangunan Dam Bagong berawal dari keprihatinan Ki Ageng Menak Sopal terhadap kesulitan yang dialami para petani Trenggalek dalam mengairi sawah mereka.
Dengan kebijaksanaannya, ia berinisiatif membangun sebuah bendungan di aliran sungai Bagong. Dikatakan bahwa dengan kesaktiannya, Ki Ageng mampu memindahkan batu-batu besar dalam waktu singkat, menjadikan bendungan tersebut sumber air yang mengubah sawah-sawah kering menjadi subur dan produktif.
Dampak dari pembangunan Dam Bagong sangat besar. Panen yang melimpah membawa kemakmuran bagi masyarakat setempat, dan hingga kini, bendungan tersebut tetap menjadi bagian penting dari sistem irigasi di Trenggalek.
Untuk menghormati jasa Ki Ageng Menak Sopal dan merayakan kelimpahan yang mereka nikmati, masyarakat Trenggalek menggelar tradisi Nyadran Dam Bagong setiap tahun.
Tradisi Nyadran Dam Bagong biasanya dilaksanakan pada bulan Selo dalam kalender Jawa.
Puncak acara ini adalah prosesi arak-arakan kepala kerbau, yang kemudian dilarung ke dasar sungai sebagai bagian dari ritual utama.
Prosesi ini dimulai dengan penyembelihan kerbau, di mana dagingnya dibagikan kepada warga sekitar sebagai bentuk berbagi keberkahan, sementara kepala dan kaki kerbau dilarung ke sungai sebagai persembahan.
Kirab arak-arakan ini menjadi pemandangan yang meriah, dengan kepala kerbau yang diarak bersama sesaji yang terdiri dari berbagai hasil bumi seperti padi, jagung, dan buah-buahan.
Tradisi ini diiringi oleh doa dan harapan agar tahun-tahun mendatang dipenuhi dengan keberkahan dan kesejahteraan.
Masyarakat yang berkumpul di tepi sungai kemudian berusaha menangkap kepala kerbau yang dilemparkan ke dalam sungai, sebuah momen yang penuh semangat dan kegembiraan. Ritual ini diyakini membawa berkah dan melambangkan rasa syukur serta harapan untuk panen yang melimpah di masa mendatang.
Nyadran Dam Bagong bukan hanya sekadar festival tahunan yang penuh warna. Di balik kemeriahan tersebut, tradisi ini mengandung nilai-nilai budaya dan sosial yang luhur.
Ini adalah wujud rasa syukur kepada Tuhan atas nikmat yang diberikan, serta penghormatan kepada leluhur yang telah berjasa besar. Tradisi ini juga menekankan pentingnya gotong royong dan kebersamaan dalam masyarakat, sebuah semangat yang menjadi inti dari kehidupan sosial di Trenggalek.
Selain itu, upaya untuk melestarikan tradisi ini terus dilakukan oleh pemerintah daerah dan masyarakat setempat. Berbagai festival budaya dan program edukasi untuk generasi muda diadakan guna menjaga agar tradisi ini tetap hidup dan relevan dengan perkembangan zaman.
Nyadran Dam Bagong juga menjadi daya tarik wisata budaya yang membawa pengunjung dari berbagai daerah untuk menyaksikan dan merasakan kekayaan budaya Trenggalek.
Tradisi Nyadran Dam Bagong adalah salah satu contoh bagaimana masyarakat Trenggalek menjaga dan merawat warisan budaya mereka.
Melalui tradisi ini, nilai-nilai luhur seperti rasa syukur, penghormatan kepada leluhur, dan semangat kebersamaan dapat terus ditanamkan kepada generasi muda.
Dengan demikian, Nyadran Dam Bagong bukan hanya sekadar perayaan tahunan, tetapi juga sebuah cerminan dari kearifan lokal yang perlu dilestarikan dan dihormati oleh semua pihak.
Masyarakat Trenggalek membuktikan bahwa dengan menghormati dan melestarikan tradisi, mereka tidak hanya merawat masa lalu, tetapi juga membangun fondasi yang kuat untuk masa depan yang lebih baik.
Nyadran Dam Bagong menjadi bukti nyata bagaimana budaya lokal dapat menjadi sumber kekuatan dan kebanggaan bagi sebuah komunitas.*** (M. Sabda)