AswajaNews – Banyak sekali versi yang menjelaskan tentang bagaimana sejarah awal pembuatan kapal ijon-ijon yang berada di Lamongan di mana pembuatannya tanpa ada pelatihan dan pendidikan yang khusus namun masih eksis hingga sekarang.
Secara umum, budaya pembuatan kapal ijon-ijon ini mulai dikenal secara turun temurun oleh masyarakat pesisir utara Lamongan, tepatnya berada di Desa Kandangsemangkon Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan.
Selain Lamongan, pembuatan kapal tradisional selain kapal ijon-ijon ini juga banyak dilakukan oleh masyarakat yang berada di wilayah pantai utara Jawa.
Namun ada yang unik dari pembutan kapal ijon-ijon yang ada di Desa Kandangsemangkon tersebut, di mana masyarakat masih menggunakan metode pengerjaan model kuno yang telah mereka peroleh secara turun temurun dari para leluhurnya.
Berdasarkan data dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Timur, ada beberapa kesamaan karakter yang hampir sama dalam pembuatan kapal tradisional tersebut, di antaranya:
Pertama, Pembuatan dilakukan tanpa ada perencanaan yang matang sebagai semestinya, melainkan mereka menggunakan kebiasaan dan keahlian yang telah didapat dari leluhur mereka. Artinya masyarakat membuat kapal tanpa ada pelatihan dan pendidikan khusus, melainkan hanya berdasarkan pengalaman.
Kedua, Belum digunakannya tekonologi modern sehingga pembuatannya masih menggunakan peralatan tradisional yang sederhana
Ketiga, Tidak adanya organiasi dan hanya saling menaman rasa kepercayaan antara satu sama lain.
Keempat, Pembuatannya berada di bibir pantai yang akan memudahkan mereka melakukan peluncuran kapal.
Kelima, Peluncuran kapal menggunakan tenaga sukarelawan atau gotong royong.
Dari sisi bahan, pembuatan kapal ijon-ijon “khas Lamongan” ini mengalami sedikit perubahan. Jika dulu pembuatan kapal ini terdiri dari 90 persen dari bahan kayu jati, sehingga kapal ini bisa bertahan sampai 15 tahun hingga lebih.
Namun sekarang kapal ini umumnya menggunakan bahan kayu campuran yang terdiri dari kayu jati, ulin, mahoni, akasia, asem londo, mimbo, dan Nangka.
Dari sisi kualitas, tentu campuran kayu ini akan mempengaruhi kualitas, jika dulu bisa bertahan hingga 15 tahun, kini karena bahan yang tidak didominasi oleh kayu jati, maka kapal tersebut hanya bisa bertahan hingga 7 tahun saja.
Bahan baku kayu tersebut didatangkan dari sejumlah daerah luar Lamongan, misalnya Tuban, Bojonegoro dan Randublatung.
Namun dari sisi kerangka, kapal ini umumnya terdiri dari beberapa bagian yang hampir sama, antaranya:
Linggi depan, linggi belakang, papan-papan (pengapit/serangan, jangpat, moludan, gedog, sabok, tambi, tingkem), nonong, sambung lanur, tembung usuk, tiang besar, tiang ogek, sanggem, penurut, cawang, peradan dan barongan.***