Aswaja News – Manusia atau dalam istilah antropologi disebut sebagai homo sapiens (makhluk berpikir) memiliki rasa keingintahuan yang besar.
Rasa ingin tahu manusia tersebut semakin berkembang menjadi pengalaman dan ilmu pengetahuan baru yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
Namun seiring berkembangnya zaman, dorongan manusia tidak hanya berdasar pada ‘rasa ingin tahu’ saja melainkan berubah motif mencari ‘keuntungan’ secara ekonomi, pendudukan hingga penjajahan.
Pada masyarakat industri, keilmuan manusia dipergunakan untuk menciptakan penemuan teknologi, kesehatan, senjata dan berbagai alat yang praktis dan mempermudah pekerjaan manusia.
Penciptaan alat-alat teknologi tersebut sudah pasti bertujuan untuk menjadi control manusia dalam kehidupan sehari-hari yang menggiurkan.
Poin penting peranan pengetahuan dalam pelanggengan kekuasaan sebenarnya sudah menjadi kebiasaan manusia yang mungkin jarang disadari.
Contoh sederhana yakni pada pemilihan ketua dalam sebuah organisasi. Mengenal kondisi dan situasi medan dan perkembangan gerakan lawan merupakan ‘pengetahuan’ yang harus dimiliki sebagai kompetitor dalam perebutan kekuasaan.
Dalam skala yang lebih besar, pada perang dingin antara komunisme uni soviet dan kapitalisme milik Amerika didominasi oleh Amerika. Dominasi Amerika tersebut didasari atas penguasaan pengetahuan, teknologi dan paham pasar bebasnya.
Tidak tanggung-tanggung, Amerika turut menguasai aspek ekonomi, politik dan budaya. Tentu kemajuan pengetahuan tersebut membawa Amerika melesat di pentas dunia hingga saat ini.
Sekilas, konsep tersebut mirip dengan pemikiran Gramsci. Menurutnya, sebuah pencapaian yang berhasil diraih artinya menjadi milik dan perlu dipertahankan melalui ideologi atau biasa kita kenal dengan istilah hegemoni.
Dalam hal ini, pengetahuan dan kekuasaan adalah dua aspek yang tidak terpisahkan jika ditambah dengan lahirnya teknologi dan kecepatan informasi.
Berbeda dengan Gramsci, bagi Foucault kekuasaan diartikan sebagai strategi yang dapat dipraktikkan dengan ruang dan waktu tertentu atau sederhananya bahwa kekuasaan tidak dapat diwariskan, dibagi dan dicari.
Terlepas dari itu, faktanya memang pengetahuan sangat berpengaruh terhadap segala aspek kehidupan termasuk dalam hal kekuasaan.
Sederhananya, akan seperti apa jika manusia tanpa persiapan pengetahuan menghadapi dunianya.
Ketika terjadi pelanggengan kekuasaan memang sudah sewajarnya jika pengetahuan telah dikuasai dengan baik. Namun bukan berarti kekuasaan tersebut tidak bisa digulingkan.
Ibarat senjata perang, semua bergantung dari penggunaan pengetahuan itu sendiri. Entah digunakan sebagai alat pelanggengan atau penggulingan dan lain sebagainya.