Aswaja News – Pasar Legi (Pasar Songgolangit) yang berlokasi Kecamatan Ponorogo merupakan pasar terbesar yang ada di Kabupaten Ponorogo dan berdekatan dengan pusat kota. Pedagang dari berbagai daerah, seperti Madiun, Pacitan, Magetan dan Trenggalek sering melakukan kegiatan jual beli di pasar ini.
Dalam sejarahnya, Nama pasar ini awalnya adalah pasar Mernung yang didirikan pertama kali oleh Tumenggung Wiryodiningrat ketika dia menjadi Wedana Bupati Ponorogo.
Setelah penguasa Ponorogo waktu itu, Adipati Suryodiningrat wafat, kondisi Ponorogo menjadi kacau balau. Adipati Suryodiningrat dikenal mempunyai 23 istri dan puteranya sebanyak 135, sehingga jabatan Bupati Ponorogo akhirnya menjadi rebutan.
Untuk mengatasi hal tersebut, Sinuwun Pakubuwono mengirimkan Tumenggung Wiryodiningrat untuk menjadi penguasa sementara dengan pangkat Wedana Bupati. Perintah itu dalam rangka untuk menentramkan suasana Ponorogo agar kembali menjadi aman dan stabil.
Namun setahun berada di Ponorogo, Tumenggung tersebut belum membuat kondisi Ponorogo tenteram, bahkan dia dianggap hendak merebut Kabupaten, sehingga tidak diperbolehkan memasuki rumah dinasnya.
Akhirnya, Tumenggung Wiryodiningrat membuat rumah sendiri, berjarak 4 km dari Kabupaten ke arah barat. Rumah tersebut akhirnya disebut Tumenggungan dan sekarang menjadi Mangkujayan.
Banyak masyarakat yang mendirikan rumah di dekat Tumenggungan sehingga daerah tersebut menjadi ramai. Apalagi oleh Tumenggung Wiryodiningrat tempat tersebut dijadikan sebuah pasar.
Pasar tersebut dinamakan pasar Mernung, yang berasal dari kata berenung, di mana berenung merupakan barang yang banyak dijual di pasar. Berenung sendiri adalah sebuah wadah air yang terbuat dari kulit buah maja yang isinya sudah dibuang, lalu diberi dua lubang kecil untuk tali untuk membawanya.
Pasar Mernung sangatlah ramai, terutama di hari pasaran Legi, sehingga kemudian namanya berubah menjadi pasar Legi. Nama pasar Legi sendiri kemudian lestari digunakan beraratus-atus tahun hingga saat ini.
Pada masu itu, Pasar Legi terbagi menjadi dua, yaitu di sebelah selatan atau disebut pasar lanang dan sebagian berada di utara atau di pojok timur perempatan, tempat inilah yang oleh masyarakat disebut sebagai Pasar Legi.
Tumenggung Wiryodiningrat sendiri menjadi Wedana Bupati di Ponorogo antara sebelum tahun 1800 hingga saat kepemiminan Bupati Markum Singodimejo, di antara tahun 1995 sampai 2004. Pada masa kepemimpinan Bupati Markum, nama Songgolangit sempat disematkan di Pasar Legi yang berada di Jalan Soekarno-Hatta ini.
Nama Songgolangit sendiri dinisbatkan kepada Dewi Songgolangit, seorang putri dari Kerajaan Kediri. Dalam buku babad Ponorogo, Dewi Songgolangit ini merupakan mimpi yang tidak pernah terwujud.
Dewi Songgolangit tidak pernah ada di Ponorogo. Di mana dia adalah seorang putri yang gagal diperistri dan diboyong ke Ponorogo oleh Prabu Kelono Sewandono.
Kemudian nama pasar ini, oleh Bupati Ponorogo (Ipong Mukhlisoni) dikembalikan dengan nama sebelumnya, yaitu tanpa ada embel-embel Songgolangit. Menurut Ipong, setelah nama Songgolangit dijadikan nama pasar, pasar tersebut dua kali mengalami kebakaran.
Pasar Legi kini benar-benar menjadi urat nadi perekonomian Ponorogo, di mana selalu ada aktifitas perdagangan, serta menjadi rujukan untuk masyarakat Ponorogo dan sekitarnya. Kini pasar tersebut sudah selesai direnovasi sehingga akan merubah wajah tradisional pasar ini menjadi pasar modern. (dani)
One thought on “Sejarah Bergantinya Nama Pasar Induk Ponorogo: Dari Pasar Mernung hingga Pasar Legi (Pasar Songgolangit)”