Oleh: Rosadi Jamani (Pegiat Media Sosial, Ketua Satupena Kalbar)
Berita pertunangan Lucinta Luna dengan pria bule, Arten Boltian alias Alan pada Jumat, 28 Juli lalu memang heboh. Apa yang membuat heboh? Itukan pasangan LGBT alias sesama jenis. Kok ada di Indonesia seperti itu.
Pelantun lagu ‘Jom Jom Manjalita’ itu selalu mengunggah foto dan video mesranya bareng kekasih. Ia pun menikmati kehebohan itu. Puncak viral Luna dan pasangannya Alan saat diundang TransTv. Nah, di sini masalahnya. Media swasta nasional ini kok mengundang pasangan sesama jenis sebagai tamu. Apa maksudnya? Apakah ingin mengkanpanyekan LGBT di Indonesia? Apakah TransTv mendukunh gerakan pelangi ini? Muncul banyak pertanyaan yang mesti dijawab pihak TransTv.
Tampilah Gerakan Muda Nahdlatul Ulama (GMNU) menyurati Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan TransTv. Kenapa KPI, karena lembaga besutan pemerintah inilah yang mengatur siaran televisi. Mirip lembaga sensor. Konten yang bernuansa bertentangan dengan budaya Indonesia dilarang. Masih ingat artis dangdut Syaiful Jamil, dilarang tampil di televisi oleh KPI gara-gara pernah kena kasus sodomi. Tak hanya LGBT, artis yang suka ngomong tak karuan di media pun kena. Nah, ini Lucinta Luna dengan anggun tampil mesra bersama pasangan bule di TransTv, kok bisa lolos. Apakah KPI juga membiarkan hal tersebut.
Setelah menyurati dua lembaga itu, GMNU menunggu. Ternyata, apa yang ditunggu tidak ada jawaban. Lewat akun medsosnya, GMNU meminta masyarakat boikot Transtv. Tagar #boikottranstv #perusakmoralbangsa #bangunkankpi mereka gaungkan di akun Tiktok GMNU. Selain itu, mereka juga membuat flyer menampilkan foto pasangan itu saat tampil di TransTv lalu ditampilkan narasi “Menimbang sampai detik ini tidak ada tanggapan dari KPI Pusat dan Trans Tv (apalagi sampai pada me-take down) yang mengundang pasangan LGBT dan menayangkannya ke publik. Maka, dengan ini GMNU mengajak semua boikot Trans Tv”
Sejauh ini baru GMNU yang menggaungkan aksi boikot media TransTv. Organisasi lain, mungkin belum. Inilah bentuk kontrol elemen masyarakat. Media selama ini jadi pengontrol, juga tidak lepas dari kontrol masyarakat. Bila dianggap dan dinilai salah, wajib diluruskan. Kontrol sesungguhnya, ya masyarakat. Banyak saluran untuk menyampaikan aspirasi, kritikan, maupun saran. Paling elegan dengan menyurati dulu. Ketika surat tidak dibalas, masyarakat wajib bertanya, kok nggak dibalas. Apakah memang tidak dianggap, tidak penting, atau cukup didiamkan? Harus ada jawaban, karena yang bersurat itu lembaga resmi. Ketika tidak ada jawaban, muncul aksi boikot, dinilai wajar. Boikot pun tidak dihiraukan, biasa berujung aksi mendatangi kantor KPI maupun TransTv. Bila juga tak dihiraukan, aksi akhirnya, demo. Ini jalan terakhir ya wak. Begitu alurnya bila upaya meluruskan konten tidak dihiraukan. Kita tunggu saja seperti apa cerita Luna dan Alan, eh salah KPI dan TransTv usai muncul tagar boikot dari GMNU. #camanewak