AswajaNews – Dzulqa’dah adalah bulan ke 11 dalam kalender hijriah. Bulan tersebut adalah salah satu dari empat bulan yang diharamkan untuk berperang, berdebat, dan melakukan perbuatan buruk. Sehingga wajib bagi seorang muslim untuk berbuat dan beramal baik untuk menciptakan kondisi yang kondusif di bulan tersebut. Sebagaimana telah diungkapkan oleh al-quran:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ ۚ
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu. (QS At-Taubah/9:36)
Adapun Rasulullah menyatakan secara spesifik di dalam hadisnya, “Sesungguhnya zaman itu berputar seperti bentuknya berupa waktu yang telah Allah ciptakan pada langit dan bumi ada dua belas bulan, di antara dua belas bulan tersebut ada empat bulan haram. Tiga diantara bulan haram tersebut berdekatan yaitu bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram. Selain itu ada bulan Rajab yang terpisah diantara bulan Jumadil dan Sya’ban.”
Imam Qurtubi berkata, “Wajib atas setiap muslim untuk menghormati empat bulan haram tersebut. Cara mengagungkannya yaitu mematuhi perintah-perintah Allah Swt, meliputi melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah Allah tetapkan, melakukan tanggung jawabnya, memotivasi diri untuk selalu taat beribadah dalam rangka mencari ridho-Nya, dan berhati-hati dalam kezaliman terhadap diri sendiri dengan menjauhi apa-apa yang diharamkan oleh Allah serta menjauhi permusuhan pada bulan-bulan yang haram tersebut.”
Penulis menggaris bawahi perkataan di atas yaitu cara mengagungkan bulan Dzulqa’dah dengan melaksanakan perintah-perintah Allah dan tanggung jawab, tanggung jawab seorang mukmin yaitu beramal shalih. Sebagaimana Allah berfirman,
وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَٰئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ نَقِيرًا
Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.” (QS An-Nisa/4:124)
Rasulullah pernah melakukan empat kali umrah dan semuanya di bulan Dzulqa’dah. Sehingga sebagian salafuna salihin mengistimewakan bulan-bulan dengan melaksanakan haji kecil tersebut pada bulan Dzulqa’dah, Syawal atas bulan Ramadhan. Adapun orang-orang yang pernah melakukan ibadah tersebut di bulan Dzulqa’dah adalah Abdullah bin Umar RA, Siti Aisyah, dan Atha bin Rabah. Walaupun umrah pada bulan Ramadhan mempunyai karunia sendiri dari Allah Swt. Sebagaimana Rasulullah bersabda, “Umrah pada bulan Ramadhan itu sebanding dengan haji atau haji bersamaku.”
Di sisi lain, pernikahan juga disunnahkan pula di bulan Dzulqa’dah. Sebagaimana Nabi Muhammad Saw pernah menikah dengan anak bibinya yaitu Zainab binti Jahs RA pada tahun keempat hijriah di bulan Dzulqa’dah. Hal tersebut bisa memberi pencerahan kepada umat muslim yang selama ini menganggap afdholiah untuk melaksanakan pernikahan itu hanya bulan Syawal saja.
Lantas amal shalih apa yang dilakukan para salafuna salih pada bulan Dzulqa’dah tersebut? Abdullah bin Umar RA, Imam Hasan al-Bashri RA, dan Imam Sufyan Tsauri dan sebagian jumhur ulama berpuasa di bulan tersebut. Walau tidak ada catatan yang rinci lama mereka berpuasa. Paling tidak, seorang muslim tidak boleh melewatkan tiga hari berpuasa sunah pada setiap bulannya. Sebagaimana hadis Nabi Muhammad Saw, “Barangsiapa yang berpuasa tiga hari pada setiap bulan maka ia seperti orang yang berpuasa setahun.” (Imam Yusuf Al-Dimasyqi:2011:40)
sumber: https://islamina.id
Hi, this is a comment.
To get started with moderating, editing, and deleting comments, please visit the Comments screen in the dashboard.
Commenter avatars come from Gravatar.